Jumat, 29 Juli 2011

Petir di Sekitar Menara BTS

SIARAN dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam harian ini (SM, 26/01/11) memberikan peringatan kepada warga Semarang dan sekitarnya agar mewaspadai potensi hujan lebat disertai petir dan angin kencang berdurasi singkat.

Fenomena alam seperti itu biasanya terjadi tiap November, sebagaimana pada November 2008 dan 2009. Akibat dari adanya sambaran petir ke bumi ini, jaringan listrik padam dan beberapa peranti elektronik rusak.
Saat ini, seiring pesatnya teknologi komunikasi, utamanya terkait penggunaan ponsel, kita banyak menjumpai menara base transceiver station (BTS) di dekat permukiman padat penduduk. Kehadiran menara tersebut tentu ada efek baik dan buruk. Sisi baiknya yaitu tidak ada sambaran petir secara langsung pada objek yang posisinya lebih rendah dari ketinggian menara itu.

Namun sisi buruknya, ’’jumlah’’ petir di sekitar BTS akan meningkat dan rawan terhadap induksi sambaran petir. Artinya dengan adanya menara itu maka petir lebih sering menyambar ujung atasnya. Efek induksi petir bisa mengenai alat elektronik di rumah-rumah yang letaknya di dekat menara yang tegangan kerjanya hanya berukuran miliVolt.
Untuk pengamanan peranti yang berada di sekitar BTS, pemilik menara (biasanya operator telepon seluler atau pihak yang menyewakan menara) pasti sudah menerapkan sistem pengetanahan (arde) yang baik, dengan membuat nilai tanahan kurang dari 1 Ohm.

Tapi apakah rumah-rumah penduduk memiliki sistem pengetanahan yang baik?
Membaca tulisan Anies, ’’Problem Menara BTS di Perkotaan’’ (SM, 06/11/08) pada bagian awal disebutkan bahwa menara BTS telah menjadi problem perkotaan dengan isu yang dikemukakan adanya efek negatif gelombang elektromagnetik. Namun pada bagian akhir diberikan pernyataan agar masyarakat yang berada di bawah atau di sekitar menara tidak perlu cemas sebab tidak akan mengganggu kesehatan.
Dengan adanya pernyataan tersebut, secara langsung telah menjawab bahwa problem utama menara BTS bukanlah radiasi yang dipancarkan.

Justru problem utama keberadaan menara BTS di sekitar permukiman padat penduduk adalah sambaran petir yang mengenainya. Jika ada sejumlah awan bermuatan dengan medan statis yang cukup untuk mengondisikan terjadinya petir maka objek yang kali pertama tersamba adalah menara tersebut, yang strukturnya menjulang tinggi dan terbuat dari logam. Praktis jumlah sambaran petir di sekitar menara meningkat,.
Bila kita melihat ada logam lancip/ runcing di ujung menara, komponen itu bukan penangkal petir melainkan lebih tepat sebagai pemancing/ pemanggil petir.

Teorinya tinggal di bawah atau di sekitar menara akan aman karena tidak dikenai sambaran petir langsung. Hal ini sesuai dengan penelitian Whitehead yang menyatakan objek dalam radius kurang dari 2h1.09 dari menara aman dari sambaran petir langsung (JG Anderson,1987).

Sistem Pengaman

Pemilik BTS tentu sudah mengetahui dan memperhitungkan bahaya yang diakibatkan oleh sambaran petir sehingga untuk mengantisipasi kenaikan tegangan yang sangat tinggi secara tiba-tiba yang disebabkan petir, menara biasanya dilengkapi dengan sistem penyalur arus petir (grounding system = sistem pengetanahan, sistem pembumian) dan peralatan proteksi yang disebut arrester.
Jika kondisi sistem pengetanahan tidak baik, misalnya menara berlokasi di daerah bebatuan, hal ini dapat menyebabkan nilai resistensi tinggi dan tegangan akibat sambaran petir yang melewati sistem pengetanahan itu makin tinggi pula.

Untuk itu, masyarakat perlu mengetahuinya agar bisa menyiapkan tindakan preventif. Misalnya memasang sistem penyalur arus petir di atap rumah, memasang peralatan pelindung akibat tegangan petir yang disebut arrester pada peranti elektronik yang menggunakan supply tegangan rendah.

Untuk keperluan keamanan dan kenyamanan, maka nilai resistansi sistem penyalur arus petir harus diukur dan nilainya diusahakan kurang dari 1 Ohm dan untuk peranti elektronik harus dipasang arrester. Kalau secara teknis, sistem penyalur arus petir ke tanah ini sudah memenuhi syarat, masyarakat di bawah ataupun yang berada di sekitar menara boleh tidur tenang. Petir biar saja menyambar menara tapi arus sudah diberikan jalur langsung menuju ke tanah. (10)

— Abdul Syakur, kandidat doktor Fakultas Teknik Elektro UGM

Dampak Negatif Yang Ditimbulkan Akibat Radiasi Berlebihan Dari Ponsel Dan Menara BTS

Tidak bisa dipungkiri bahwa telepon seluler (ponsel) telah banyak menghadirkan berbagai kemudahan dalam hidup manusia. Meski banyak diperdebatkan, banyak kalangan khawatir akan dampak negatif dari radiasi yang ditimbulkan.
Penelitian terbesar yang pernah dilakukan tentang bahaya ponsel telah membantah adanya risiko kanker otak pada penggguna ponsel. Penelitian yang dilakukan sendiri oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) tersebut menunjukkan risikonya tidak terlalu besar untuk dikhawatirkan.

Namun penelitian terbaru di India kembali menegaskan adanya ancaman kanker terutama pada anak dan remaja. Sang peneliti, Prof Girish Kumar bahkan mengatakan bahaya radiasi juga terdapat di sekitar menara Base Transceiver Station (BTS).
"Satu BTS bisa memancarkan daya 50-100W. Negara yang punya banyak operator seluler seperti India bisa terpapar daya hingga 200-400W. Radiasinya tak bisa dianggap remeh, bisa sangat mematikan," ungkap Prof Kumar.

Dikutip dari DNAindia, berikut ini sejumlah dampak negatif yang bisa ditimbulkan akibat radiasi yang berlebihan dari ponsel dan menara BTS:

1. Risiko kanker otak pada anak-anak dan remaja meningkat 400 persen akibat penggunaan ponsel. Makin muda usia pengguna, makin besar dampak yang ditimbulkan oleh radiasi ponsel.
2. Bukan hanya pada anak dan remaja, pada orang dewasa radiasi ponsel juga berbahaya. Penggunaan ponsel 30 menit/hari selama 10 tahun dapat meningkatkan risiko kanker otak dan acoustic neuroma (sejenis tumor otak yang bisa menyebabkan tuli).
3. Radiasi ponsel juga berbahaya bagi kesuburan pria. Menurut penelitian, penggunaan ponsel yang berlebihan bisa menurunkan jumlah sperma hingga 30 persen.
4. Frekuensi radio pada ponsel bisa menyebabkan perubahan pada DNA manusia dan membentuk radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan karsinogen atau senyawa yang dapat memicu kanker.
5. Frekuensi radio pada ponsel juga mempengaruhi kinerja alat-alat penunjang kehidupan (live saving gadget) seperti alat pacu jantung. Akibatnya bisa meningkatkan risiko kematian mendadak.
6. Sebuah penelitian membuktikan produksi homon stres kortisol meningkat pada penggunaan ponsel dalam durasi yang panjang. Peningkatan kadar stres merupakan salah satu bentuk respons penolakan tubuh terhadap hal-hal yang membahayakan kesehatan.
7. Medan elektromagnet di sekitar menara BTS dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya tubuh lebih sering mengalami reaksi alergi seperti ruam dan gatal-gatal.
8. Penggunaan ponsel lebih dari 30 menit/hari selama 4 tahun bisa memicu hilang pendengaran (tuli). Radiasi ponsel yang terus menerus bisa memicu tinnitus (telinga berdenging) dan kerusakan sel rambut yang merupakan sensor audio pada organ pendengaran.
9. Akibat pemakaian ponsel yang berlebihan, frekuensi radio yang digunakan (900 MHz, 1800 MHz and 2450 MHz) dapat meningkatkan temperatur di lapisan mata sehingga memicu kerusakan kornea.
10. Emisi dan radiasi ponsel bisa menurunkan kekebalan tubuh karena mengurangi produksi melatonin. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan tulang dan persendian serta memicu rematik.
11. Risiko kanker di kelenjar air ludah meningkat akibat penggunaan ponsel secara berlebihan.
12. Medan magnetik di sekitar ponsel yang menyala bisa memicu kerusakan sistem syaraf yang berdampak pada gangguan tidur. Dalam jangka panjang kerusakan itu dapat mempercepat kepikunan.
13. Medan elektromagnetik di sekitar BTS juga berdampak pada lingkungan hidup. Burung dan lebah menjadi sering mengalami disorientasi atau kehilangan arah sehingga mudah stres karena tidak bisa menemukan arah pulang menuju ke sarang.

PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH UNTUK PENDIRIAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) OLEH PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI SELULER PT. INDOSAT, Tbk DI KANTOR PUSAT REGIONAL SEMARANG TESIS Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Strata-2 Program Studi Magister Kenotariatan Oleh : ISMORO H. ILHAM, SH B4B005156 PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

ABSTRAKSI
Pengembangan jaringan telekomunikasi, khususnya yang menggunakan
menara telekomunikasi, di Indonesia, seringkali menimbulkan permasalahan
hingga upaya dapat mencarikan solusinya dan pencegahan sebelum masalahmasalah
tersebut tidak terulang lagi di kemudian hari, maka di butuhkan
pemahaman dan pengetahuan tentang aturan hukumnya untuk dapat memperoleh
tanah yang akan di gunakan untuk pembagunan Base Transceiver Station (BTS)
baik dalam bentuk perjanjian jual beli tanah, sewa menyewa tanah, dan pemberian
ganti rugi. PT. Indosat selaku salah satu perusahaan operator terbesar di Indonesia
melakukan perjanjian dengan pihak terkait dalam keperluan sewa menyewa tanah
dan lokasi untuk pembangunan BTS,
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul ” Pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah untuk pendirian
Base Transceiver Station (BTS) oleh perusahaan telekomunikasi seluler PT.
Indosat di Kantor Pusat Regional Semarang”. Adapun perumusan masalah yang
diteliti adalah bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah dan lokasi
untuk pendirian BTS oleh perusahaan telekomunikasi seluler PT Indosat di Kantor
Pusat Regional Semarang dan hambatan apa yang ada dalam sewa menyewa tanah
dan lokasi untuk pendirian BTS dan penyelesaiannya oleh perusahaan
telekomunikasi seluler PT Indosat di Kantor Pusat Regional Semarang
Metode dalam penelitian ini adalah yuridis emperis. Pendekatan yuridis
emperis ini dalam menganalisa dan meninjau masalah digunakan prinsip-prinsip
dan asas-asas hukum. Penelitian ini menentukan pada segi-segi yuridis dan
melihat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan
perjanjian sewa menyewa tanah dan lokasi untuk pendirian Base Transceiver
Station (BTS) tersebut. Spesifikasi dalam penelitian adalah deskriptif analitis,
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder,
baik itu yang berupa bahan hukum primer maupun yang berupa bahan hukum
sekunder, selain itu digunakan studi kepustakaan. Dalam metode analitis data
dipergunakan analitis data kualitatif.
Pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tanah dan lokasi untuk pendirian
BTS oleh perusahaan telekomunikasi seluler PT Indosat di Kantor Pusat Regional
Semarang berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
Hukum Perdata dan hambatan yang terdapat dalam sewa menyewa tanah dan
lokasi untuk pendirian BTS adalah dari instansi yang terkait, masyarakat sekitar
pendirian BTS, dan dengan pemilik tanah yang disewakan bersama dengan pihak
ketiga sedangkan penyelesaiannya oleh perusahaan telekomunikasi seluler PT
Indosat di Kantor Pusat Regional Semarang dilakukan dengan mengajukan
perijinan kepada pihak terkait, membuat perjanjian yang tepat dan melakukan
musyawarah untu mencapai mufakat apabila ada sengketa

Menkominfo Ingin Operator 'Hijaukan' BTS


Bogor - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring menginginkan agar semua operator telekomunikasi menggunakan sumber energi alternatif yang 'hijau' atau ramah lingkungan untuk operasional Base Transceiver Station (BTS) mereka.

"Sekarang kita sedang dalam pembicaraan intensif dengan berbagai pihak untuk mengembangkan energi alternatif bagi BTS," kata Tifatul kepada media usai meresmikan BTS hidrogen milik PT Hutchinson CP Telecommunication di Bogor, Selasa (9/3/2011).

Tifatul lantas mencontohkan sumber energi dari kotoran sapi yang digagasnya. Disebutkannya, saat ini Kominfo terus berdikusi dengan Kementerian Pertanian untuk memanfaatkan kotoran sapi tersebut.

"Mereka (Kementerian Pertanian-red.) sudah menyumbang 20 ekor sapi untuk pengembangan energi alternatif itu. Selanjutnya kita akan buat percontohannya agar bisa di-review oleh para operator sehingga mereka bisa ikut menggunakannya," ujarnya

Ditambahkan Tifatul, sumber energi alternatif lainnya yang potensial dimanfaatkan di Indonesia di antaranya energi angin untuk daerah yang rata-rata kecepatan anginnya cukup kencang serta panel surya untuk di wilayah yang sinar mataharinya terik.

Nokia Siemens Networks Tingkatkan Daya BTS

CHIP.co.id - Nokia Siemens Networks Tingkatkan Daya BTS Singapura, CHIP.co.id - Nokia Siemens Networks telah memperluas arsitektur Liquid Radio miliknya dengan meluncurkan modul radio baru berdaya besar untuk keluarga Flexi Multiradio Base Station di CommunicAsia 2011 di Singapura.
Output daya lebih besar berarti modul ini menawarkan cakupan GSM yang lebih besar dan kapasitas data 3G yang lebih tinggi di tepi cell, sehingga menghasilkan kinerja 40% lebih besar. Dengan modul daya ini, operator memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas jaringan mereka secara efisien. Selain itu, kemampuan modul radio baru ini untuk mengalokasikan frekuensi carrier dalam rentang frekuensi selebar 60MHz mengurangi ukuran hardware per situs BTS, sehingga instalasi dapat dilakukan secara lebih fleksibel.
Dalam jaringan bergerak, modul radio merupakan bagian dari BTS yang memperkuat setiap sinyal radio sebelum dipancarkan dari antena. Karena memiliki output daya yang lebih besar, modul baru ini memperbaiki sinyal yang digunakan untuk mentransmisikan suara atau data ke ponsel pengguna. Hal ini secara langsung akan meningkatkan besarnya informasi berguna yang dapat dibawa oleh sinyal atau jumlah orang yang dapat memperoleh koneksi dari sebuah BTS.
“Modul radio baru kami cocok untuk pemakaian ulang frekuensi GSM untuk layanan HSPA+ dan LTE serta penggelaran jaringan bersama,” kata Thorsten Robrecht, head of Network Systems product management, Nokia Siemens Networks.
Modul radio Nokia Siemens Networks juga menjadi satu-satunya unit remote radio 3-sektor di industri yang dapat ditempatkan di dekat antena, sehingga sebuah bangunan multi-radio dapat ditempatkan dalam ruang dan situs terbatas, yang tidak mungkin ditempati oleh BTS tradisional.
Untuk ketersediaan varian frekuensi pertama dari modul radio dengan pita frekuensi 900, 900 J, 1800 dan 2011, akan tersedia secara komersial di awal semester pertama tahun 2012.

XL bangun 119 BTS di Kalbar

PONTIANAK: Sampai akhir 2011, PT XL Axiata Tbk akan membangun 119 menara BTS di Kalimantan Barat untuk memperkuat jaringan infrastruktur telekomunikasi di wilayah tersebut.
Hampir di seluruh wilayah kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) menara base transceiver station (BTS) XL sudah beroperasi, hanya satu daerah yang belum dijangkau XL yakni daerah Kapuas Hulu.
Hurry Amar Sidqi, Area Manager Pontianak XL Axiata, mengatakan kapasitas jaringan di Kalbar sampai saat ini telah terpakai hingga 70% dengan sisa space 30%.
"Selain 119 menara BTS, kami juga akan membangun sekitar 30 BTS Node B," ujarnya kepada Bisnis hari ini
Dia menambahkan dari 200.000 pelanggan XL di Kalbar, pengguna layanan data mencapai 90%. Untuk pelanggan Blackberry sebanyak 25% dan sisanya 65% pengguna Internet.
"Pengguna layanan data ini akan terus bertambah seiring dengan penambahan subscriber, serta tarif promo Rp1.000 per hari untuk BBM-an yang kami tawarkan," katanya.
Terkait dengan layanan selama bulan puasa dan lebaran, Hurry mengatakan XL menawarkan tarif Ampuh Ramadhan 24 j jam yang digelar secara serentak di Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Promo tersebut berlaku untuk pelanggan baru yang mengaktifkan kartu perdana mulai 25 Juli 2011. (sut)

XL Tambah 100 BTS di Sepanjang Jalur Mudik

JAKARTA, KOMPAS.com - PT XL Axiata Tbk (XL) akan menambah 100 BTS dan mempersiapkan titik-titik dengan layanan Wi-Fi di sepanjang arus mudik selama Bulan Ramadhan hingga Lebaran. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan trafik telepon, SMS, maupun akses data pelanggan selama masa mudik. Tahun 2010, XL mencatat terjadinya lonjakan dua kali lipat dari trafik normal XL.
Hal ini disampaikan Robert Dedi Purwanto, Vice President NOC-Netco (Network) XL. "Trafik SMS di hari-hari normal mencapai sekitar 630 juta SMS. Sementara trafik percakapan mencapai sekitar 530 juta menit, dan trafik data mencapai 33 Terabytes. Jumlah ini meningkat dua kali lipat tahun lalu. Untuk tahun ini, kami memperkirakan lonjakan trafik hingga 30 persen," ujar Robert dalam peluncuran program Ramadhan XL XLalu Lebih Baik di FX Plaza, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2011).
Jaringan XL saat ini diperkuat dengan lebih dari 24.000 BTS (2G/3G), juga jaringan serat optik yang membentang di sepanjang pulau Jawa dan tersambung melalui jaringan kabel bawah laut ke Pulau Sumatera, Batam, dan Sulawesi.
"Tahun 2011 XL telah menambah 3000 BTS 2G dan 2000 BTS 3G. Untuk Lebaran tahun ini, kami akan menambah lagi 100 BTS yang tersebar di pulau Jawa dan Madura, sepanjang jalur mudik. Selain itu, kami juga menambah 18 mobile BTS untuk titik-titik yang mengalami trafik paling tinggi," ungkap Robert.
Tahun lalu, trafik tertinggi tercatat di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Untuk mengecek kualitas jaringan, XL telah melakukan XL Network Rally di sepanjang jalur mudik minggu lalu. Uji jaringan dilakukan menggunakan mobil, kereta api, dan kapal laut. "Kalau trafik sudah mencapai 70 persen, kami akan siapkan untuk penambahan Mobile BTS. Kami juga akan menyediakan layanan Wi-Fi dari mobil-mobil mudik XL yang tersebar di sepanjang jalur mudik," tambah Robert.
Selain itu, XL bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia Persero (PT KAI) akan menyediakan layanan Wi-Fi  di kereta api Argo Bromo Anggrek.
"Kami masih melakukan uji coba di kereta api ini selama bulan Ramadhan. ke depan, kami berharap bisa menyediakan layanan Wi-Fi di kereta-kereta lainnya," tambah Robert. Selain akses Wi-Fi di kereta Argo bromo Anggrek, XL juga menyediakan telepon umum gratis (TUG) di 6 stasiun kereta terbesar di Indonesia, namun hanya untuk menghubungi nomor XL.

Pendapatan XL Naik 8 Persen

Pendapatan XL Naik 8 Persen
xl
JAKARTA, KOMPAS.com -  Operator telekomunikasi PT XL Axiata, Tbk, melaporkan kinerja semester pertama 2011 dengan pendapatan usaha meningkat sebesar 8 persen (year-on-year) menjadi Rp 9,1 triliun. Kenaikan pendapatan usaha ditopang oleh pertumbuhan pendapatan layanan data sebesar 47 persen, dan dan norma lisasi laba bersih sebesar Rp 1,6 triliun.
Sementara EBITDA mencapai Rp 4,8 triliun (naik 7 persen), dan EBITDA margin stabil di level 52 persen pada akhir Juni 2011. Selain itu jumlah pelanggan bertambah sebesar 10 persen dari 35,2 juta di Juni 2010 menjadi 38, 9 juta di Juni 2011.
Peningkatan pendapatan kami terutama dari pendapatan layanan data, yang meningkat sebesar 47 persen dan memberi kontribusi 21 persen terhadap total pendapatan pemakaian pelanggan kami, kata Presiden Direktur XL, Hasnul Suhaimi, Jumat (29/7/2011) di Jakarta.
Hasnul mengatakan, ada potensi besar di bisnis layanan data terkait perubahan perilaku pelanggan dari penggunaan layanan tradisional (layanan percakapan dan SMS) menuju layanan data sehingga di masa mendatang , kami akan lebih fokus dalam mengembangkan bisnis layanan data dengan cara memperkuat departemen kami secara keseluruhan.
Selama 12 bulan terakhir, Excelcomindo juga t elah menambah BTS sebanyak 4.084 BTS (2G/3G) di seluruh Indonesia, dimana 1.220 merupakan 3G BTS ( 3G BTS meningkat sebesar 53% dari 2.301 BTS Jun10 menjadi 3.521 BTS Jun11). Total BTS (2G/3G) kami pada akhir Jun11 berjumlah 24.971 BTS.
Kami telah memutuskan untuk mempercepat penambahan infrastruktur jaringan untuk layanan data dengan pertimbangan semakin meningkatnya pengguna ponsel 3G di pasar dan juga trafik 3G yang dihasilkan. Belanja modal tunai kami akan mencapai sekitar Rp 6 triliun dimana lebih dari separuhnya akan dialokasikan untuk layanan data, kata Hasnul.

Tahun Ini, Axis Tambah 9.000 BTS Baru

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Operator telekomunikasi Axis berencana akan menambah 9000 Base Transceiver Station (BTS) di seluruh Indonesia. Pembangunan BTS ini menggunakan pembiayaan dari Saudi Telecom yang telah diterima Axis bulan Mei tahun ini.
Hal ini disampaikan Anita Avianty, Head of Marketing Communication Axis di sela-sela presentasi Uji Jaringan Axis. "Kami memperoleh dana USD 1, 2 miliar yang akan kami gunakan untuk pembangunan 9000 BTS, juga ekspansi mobile broadband dalam waktu lima tahun ke depan," ujar Anita di Hotel Novotel, Yogyakarta, Jumat (15/7/2011) lalu.
Selain itu, Axis juga akan mengalokasikan 3,2 juta dollar AS untuk pembelian baterai BTS. "Untuk daerah-daerah yang mengalami ketidakstabilan aliran listrik dari PLN, kami mengantisipasinya dengan membeli baterai BTS dan disiagakan di BTS-BTS yang membutuhkan. Kami juga membedakan baterai BTS untuk Jawa dan Sumatera, karena spesifikasi baterai BTS untuk Sumatera berbeda sehingga harganya juga lebih mahal," jelas Anita.
Anita juga mengungkapkan adanya laporan pencurian peralatan BTS Axis yang menyebabkan gangguan komunikasi yang signifikan. "Setiap hari kami menerima laporan pencurian. Untuk mengantisipasinya, sekarang kami memperketat sistem keamanan di BTS-BTS dengan Network Monitoring System (NMS)," ungkapnya.
Marc Proulx, General Manager Technology Operation Axis menambahkan, tiga komponen penting yang paling sering dicuri adalah feeding cable, grounding cable, dan baterai. "Tiga komponen itu sangat penting bagi BTS. Kami sudah mempersiapkan infrstruktur yang baik bagi pelanggan, namun karena ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan pencurian itu, maka pelayanan kami kepada pelanggan juga terganggu," ungkap Marc.
Hingga periode 30 Juni 2011, sepanjang Jabodetabek hingga Jawa Timur, Axis telah memiliki BTS 2G sebanyak 3550 dan BTS 3G sebanyak 1100. Jumlah ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2010 di mana Axis memiliki BTS 2G sebanyak 3300 dan BTS 3G sebanyak 950. Selama tiga tahun ke depan, jumlah BTS ini akan bertambah 9000 BTS dari pembiayaan yang telah disebutkan Anita.
"Jumlah BTS ini belum termasuk BTS-BTS yang sharing dengan XL. Kalau ditambahkan dengan BTS-BTS itu, jumlahnya lebih banyak," tutup Anita.

Base transceiver station

From Wikipedia, the free encyclopedia
An actual BTS device (Siemens BS11µBTS)
A typical BTS tower which holds the antenna. The tower is quite widely misinterpreted as the BTS itself. The shelter which houses the actual BTS can also be seen.
A mobile BTS
A BTS mounted on a building
A base transceiver station (BTS) or cell site is a piece of equipment that facilitates wireless communication between user equipment (UE) and a network. UEs are devices like mobile phones (handsets), WLL phones, computers with wireless internet connectivity, WiFi and WiMAX gadgets etc. The network can be that of any of the wireless communication technologies like GSM, CDMA, WLL, WAN, WiFi, WiMAX etc.
BTS is also referred to as the radio base station (RBS), node B (in 3G Networks) or, simply, the base station (BS). For discussion of the LTE standard the abbreviation eNB for evolved node B is widely used.

Contents

[hide]

[edit] BTS in Mobile Communication

A GSM network is made up of three subsystems:
Though the term BTS can be applicable to any of the wireless communication standards, it is generally and commonly associated with mobile communication technologies like GSM and CDMA. In this regard, a BTS forms part of the base station subsystem (BSS) developments for system management. It may also have equipment for encrypting and decrypting communications, spectrum filtering tools (band pass filters) etc. antennas may also be considered as components of BTS in general sense as they facilitate the functioning of BTS. Typically a BTS will have several transceivers (TRXs) which allow it to serve several different frequencies and different sectors of the cell (in the case of sectorised base stations). A BTS is controlled by a parent base station controller via the base station control function (BCF). The BCF is implemented as a discrete unit or even incorporated in a TRX in compact base stations. The BCF provides an operations and maintenance (O&M) connection to the network management system (NMS), and manages operational states of each TRX, as well as software handling and alarm collection. The basic structure and functions of the BTS remains the same regardless of the wireless technologies.

General Architecture

A BTS in general has the following parts:
Transceiver (TRX)
Quite widely referred to as the driver receiver (DRX). DRX are either in the form of single (sTRU), double(dTRU) or a composite Double Radio Unit (DRU). It basically does transmission and reception of signals. Also does sending and reception of signals to/from higher network entities (like the base station controller in mobile telephony).
Power amplifier (PA)
Amplifies the signal from DRX for transmission through antenna; may be integrated with DRX.
Combiner
Combines feeds from several DRXs so that they could be sent out through a single antenna. Allows for a reduction in the number of antenna used.
Duplexer
For separating sending and receiving signals to/from antenna. Does sending and receiving signals through the same antenna ports (cables to antenna).
Antenna
This is also considered a part of the BTS.
Alarm extension system
Collects working status alarms of various units in the BTS and extends them to operations and maintenance (O&M) monitoring stations.
Control function
Control and manages the various units of BTS including any software. On-the-spot configurations, status changes, software upgrades, etc. are done through the control function.
Baseband receiver unit (BBxx)
Frequency hopping, signal DSP, etc.

Terms regarding a mobile BTS

Diversity techniques
To improve the quality of the received signal, often two receiving antennas are used, placed at an equal distance to an uneven multiple of a quarter of wavelength (for 900 MHz the wavelength it is 30 cm). This technique, known as antenna diversity or space diversity, avoids interruption caused by path fading. The antennas can be spaced horizontally or vertically. Horizontal spacing requires more complex installation, but brings better performance.
Other than antenna or space diversity, there are other diversity techniques such as frequency/time diversity, antenna pattern diversity, and polarization diversity.
Splitting refers to the flow of power within a particular area of the cell, known as sector. Every field can therefore be considered like one new cell.
Directional antennas reduce co-channel interference. If not sectorised, the cell will be served by an omnidirectional antenna, which radiates in all directions. A typical structure is the trisector, also known as clover, in which there are three sectors served by separate antennas. Each sector has a separate direction of tracking, typically of 120° with respect to the adjacent ones. Other orientations may be used to suit the local conditions. Bisectored cells are also implemented. These are most often oriented with the antennas serving sectors of 180° separation to one another, but again, local variations do exist.

Rabu, 27 Juli 2011

Ekspansi Bisnis | Pendapatan Terbesar PT Tower Bersama Infrastructure Tbk Berasal dari Telkom Pengelola Tower Bidik Aset Operator


Tooltip
dok
Tower Bersama mengincar sejumlah menara telekomunikasi milik PT XL Axiata Tbk dan PT Indosat Tbk.
JAKARTA – PT Tower Bersama Infrastructure Tbk berminat untuk mengakuisisi 7.000 menara (tower) telekomunikasi yang ditawarkan oleh perusahaan telekomunikasi seperti PT XL Axiata Tbk dan PT Indosat Tbk. Hal ini didukung oleh kondisi keuangan perusahaan pemilik menara yang saat ini masih memiliki kas internal 880 miliar rupiah dan juga fasilitas pinjaman sebesar 2 miliar dollar AS.

Direktur Keuangan Tower Bersama Helmy Yusman Santoso mengatakan pihaknya tidak mengalami kendala pendanaan untuk akuisisi karena saat ini perseroan masih memiliki leverage ratio sebesar 2,1 kali. Saat ini, perseroan masih menunggu komitmen dari Xl Axiata yang telah disampaikannya dua tahun lalu terkait rencana penjualan tersebut.

"Untuk growth Tower Bersama secara pertumbuhan organik dan melalui akuisisi baik terhadap menara. Apabila Xl Axiata berkomitmen menjual tower tersebut, maka kita ikut berpartisipasi," kata Helmy Yusman Santosodi Jakarta, Rabu (18/5).

Helmy mengatakan perseroan akan lebih ekspansif lagi untuk melakukan pembangunan menara telekomunikasi. Saat ini, kemampuan atau kapasitas perseroan untuk membangun menara hingga mencapai lebih dari 500 unit per kuartal, yang setiap kuartalnya perseroan menargetkan dapat menyelesaikan pembangunan 300-400 menara.

"Untuk belanja modal kita akan habiskan hingga mencapai 120 juta dollar AS. Tiap kuartalnya kami targetkan 300-400 tower dan kapasitas perseroan saat ini mencapai 500 unit tower per kuartalnya," katanya.

Sepanjang kuartal pertama tahun ini, perseroan telah menyelesaikan pembangunan 356 tower. Masih ada lebih dari 500 tower yang siap dibangun perseroan hingga akhir tahun 2011. Perseroan optimistis industri infrastruktur telekomunikasi terus berkembang, yang pada akhirnya memberi kontribusi pendapatan perseroan ke depan.

Sebelumnya, perseroan telah menargetkan pengguna BTS atau menara pemancar sinyal mencapai 6.200 penyewa. Saat ini, perseroan memiliki 5.085 penyewa. Perseroan mematok harga sewa menara pemancar untuk satu bulannya mencapai 15-17 juta per operator.

Sumber Pendapatan

Helmy mengaku pendapatan utama perseroan saat ini disumbang dari perusahaan telekomunikasi. Telkom Group menyumbang 48,4 persen pendapatan usaha dan sisanya dari seluruh perusahaan telekomunikasi. Sebelumnya, perseroan mencatatkan pendapatan sebesar 671,4 miliar rupiah dan laba bersih sebesar 326,7 miliar rupiah pada 2010.

“Saat ini, kontribusi terbesar pendapatan perseroan berasal dari Telkom Grup, dalam hal ini Telkomsel dan Flexi,” ungkapnya. Tahun ini, perseroan menerima permintaan pembangunan tower terutama berasal dari Grup Telkom yang mencapai 70 persen, sedangkan sisanya sebesar 30 persen dari PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata Tbk.

Perseroan telah merealisasikan belanja modal sebesar 30 juta dollar AS pada kuartal pertama 2011, dengan total belanja modal mencapai 120 juta dollar AS pada 2011.

“Rencananya perseroan akan mengganggarkan dana belanja modal sebesar 35 hingga 40 juta dollar AS pada kuartal kedua 2011 ini,” ulasnya.

Pada kesempatan terpisah, analis PT Woori Korindo Securities Indonesia, Teuku Hendry Andrian, memperkirakan kinerja Tower Bersama akan meningkat seiring dengan masih pesatnya pertumbuhan industri telekomunikasi sebab bisnis infrastruktur telekomunikasi sangat ditentukan oleh perkembangan bisnis telekomunikasi.

“Perkembangan bisnis infrastruktur perkembangannya akan sejalan sengan perkembangan bisnis telekomunikasi, dalam hal ini operator telekomunikasi,” katanya. cas/E-11

Tower di Balai Desa Diprotes

Selasa, 28/06/2011 | 10:33 WIB
PAMEKASAN - Penempatan tower sebuah perusahaan telepon seluler di halaman Balai Desa Bunder Kecamatan Pademawu  diprotes  warga. Warga menilai tidak sepantasnya di lahan pemerintahan desa itu disewakan kepada perusahaan swasta. Warga meminta agar keputusan itu dicabut karena diurigai mengandung komersialisasi.
Muhammad Hannan warga sekitar lokasi mengatakan penempatan tower itu tidak berdasarkan kepada kesepakatan dan kepentingan masyarakat. Selain itu dia juga mempertanyakan alasan dan manfaat disewakannya lahan halaman kantor balai desa tersebut. “Disewakan mungkin juga boleh, namun bagaimana prosedurnya,” kata Hanana, Selasa (28/6).
Karena itu dia menegaskan jika masyarakat sekitar lokasi tower itu banyak yang tidak setuju dengan penempatan tower tersebut, karena selain khawatir membayakan, pengambilan keputusannya juga tidak melalui proses musyawarah dan tidak melibatkan komponen masyarakat. Untuk itu dia meminta agar penempatan itu ditinjau kembali.
Dari hasil pantauan Surabaya Post, tower tersebut memang didirikan di atas lahan yang sempit di halaman Balai Desa Bunder. Dengan didirikannya tower itu kondisi halamam semakin sempit dan akan menggangu kepentingan masyarakat desa yang punya kepentingan ke Balai desa tersebut. Apalagi berdekatan disisi samping tower itu banyak rumah warga.
Kapala Desa Bunder Sudirman mengatakan bahwa penempatan tower itu sifatnya hanya sementara, yakni paling lama hanya 6 bulan. Perusahaan meminta ijin untuk menempatkan tower sementara guna mencari sinyal, jika ditemukan sinyal maka tower akan dibangun permanen di tempat lain.
“Ini sifanya sementara, karena untuk alasan keamanan maka saya tempatkan di sini. Paling lama 6 bulan dan bisa jadi akan kurang dari  6 bulan akan selesai. Jika ada sinyal nanti maka pasti akan dipindah.  Apalagi tidak ada signyal ya sudah pasti akan gagal pemasangan tower itu,” katanya.
Sekalipun sifatnya sementara, lanjut Sudirman, pihaknya telah meminta izin warga sekitar dan memusawarahkan dengan lembaga desa lainnya misalnya dengan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Mereka semua menyetujuinya karena sifatnya hanya sementara. “Jika memang tidak setuju warga, tidak apa saay akan cabut itu,” tantangnya.
Sudirman mengatakan bahwa pihaknya memberi peluang  dan memberi izin bagi perusahaan itu tujuannya bukan untuk kepentingan pribadinya namun untuk kepentingan desa. Jika benar benar ada signyal dan dipastikan perusahaan itu memasang tower di desanya, maka yang akan untung adalah warga dan pemerintahan desa Bunder sendiri. mas

Maraknya Tower Komunikasi

Monday, 10 January 2011
WALAUPUN keberadaanya sempat dipermasalahkan karena dinilai merusak estetika kota, namun dengan terbitnya Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah maka keberadaan menara komunikasi akan jadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru.
Ini karena semua provider atau perusahaan sarana komunikasi selular yang merupakan pemilik menara komunikasi wajib membayar retribusi ke pemerintah daerah (pemda) setempat. Bahkan, dengan luas wilayah Kota Tegal yang hanya 4 kecamatan dan 27 kelurahan, jumlah tower atau menara telekomunikasi saat ini tergolong cukup banyak. Sehingga, hampir setiap kelurahan ada 2-3 menara telekomunikasi yang berbeda, dengan jarak yang tak terlalu jauh.
Namun, Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal tak bisa berkutik untuk menghentikan. Karena berdasarkan kuota yang ada, sampai saat ini di wilayah Kota Tegal masih ada peluang pendirian menara telekomunikasi sekitar 30 menara lagi.
DRAFT RAPERDA
Kepala Bidang (Kabid) Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dishubkominfo Pemkot Tegal Eko Purwadi, mengatakan, dengan terbitnya UU No. 28 Tahun 2009, maka Kota Tegal memiliki sumber PAD baru. Terutama dari keberadaan menara telekomunikasi ini. Sebab, dalam Pasal 110 Ayat (10 huruf (n) UU No. 28 Tahun 2009 mengatur adanya retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
’’Kami optimis keberadaan retribusi dari menara telekomunikasi cukup besar, sehingga bisa mnenjadi salah satu pendongkrak PAD Kota Tegal. Namun dalam pendiriannya kami tetap memperhatikan estitika kota, keamanan. Hal ini juga diatir dalam draft UU No. 28 Tahun 2009," jelas Eko.
Dijelaskan Eko, menindak lanjuti UU tersebut, saat ini pihaknya sedang menyusun draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) sebagai dasar hukum untuk penarikan retribusi bagi menara telekomunikasi.
Ditargetkan, sebelum pertengahan tahun 2011 draft Raperda sudah diajukan kepada DPRD, untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Perda.
Sedangkan sesuai data yang ada, saat ini di Kota Tegal ada 55 unit menara telekomunikasi yang tersebar 27 kelurahan yang ada di Kota Tegal.
’’Selama ini keberadaan  menara telekomunikasi tak ada PAD-nya sama sekali, karena provider hanya membayar retribusi untuk proses pembuatan Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Gangguan (HO). Sedangkan retribusi sama sekali tidak ada, tapi dengan adanya UU No. 28 Tahun 2009 maka provider wajib membayar retribusi ke pemerintah daerah,’’ jelasnya.
’’Sedangkan kalau dihitung kasar, dari jumlah menara telekominikasi maka pendapatan retribusi dalam setahu sekitar Rp 500 juta lebih," sambung Eko.
PELUANG PAD
Secara terpisah, Ketua Komisi III DPRD Kota Tegal M. Nursholeh meminta agar Dishubkominfo secepatnya menyelesaikan penyusunan draft Raperda tentang retribusi menara telekomunikasi.
Soal jumlah retribusi, menurut Nursholeh, tentunya pihaknya minta Dishubkominfo untuk ’belajar' denga daerah lain yang sudah memiliki Perda tersebut, atau dalam proses pembahasan. Karena, dengan terbitnya UU No. 28 Tahun 2009, maka daerah berlomba-lomba membuat Perda. Sebab, ini merupakan salah satu sumber pendapatan yang bisa untuk meningkatkan jumlah PAD.
’’Amanat UU No. 28 Tahun 2009 secara tegas menetapkan retribusi pengendalian menara telekomunikasi dapat dipungut di daerah. Apalagi banyak tower yang tidak beraturan, bahkan ilegal. Karenanya kami meminta kepada pemkot, dalam hal ini Dishubkominfo untuk segera merealisasikan Perda itu," ungkap Nursholeh. Menurut Nursholeh, diharapkan dengan penerapan Perda itu juga dapat meminimalisir pertumbuhan menara telekomunikasi untuk menjaga estetika kota.
Menurutnya, melalui penataan tower yang baik, juga akan memberi PAD melauli retribusi di sektor telekomunikasi. Bahkan kalau digali, mungkin bukan hanya Rp 500 juta. Tapi pendapatan dari sektor retribusi menara telekomunikasi bisa lebih, bahkan bisa Rp 700 juta.
’’Karena ini peluang, maka kami minta agar draft Raperda bisa secepatnya diselesaikan. Sehingga sebelum pertengahan tahun, Perda bisa ditetapkan. Dengan begitu, pada tahun 2011 sudah ada pendapatan dari sektor retribusi menara telekomunikasi,’’ tandasnya. ’’Kami berharap, soal draft Raperda juga disosialisasikan kepada para pelaku bisnis telekomunikasi, agar nantinya didapatkan Perda yang sebaik-baiknya. Mereka juga tak kaget, karena tak tahu dari awal," lanjutnya. (m. saekhun)

Soal Tower, XL Siap Kompromi





Jumat, 25 /03/ 2011 10:42

Ilustrasi
Ilustrasi
JAMBI – Penolakan pembangunan tower (BTS) milik PT Excel Comindo (XL) oleh warga di RT 22, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru, akhirnya disikapi pihak XL. Jika selama ini, masalah pendekatan terhadap warga dianggap kurang baik, maka pihak XL siap berunding.

Selain itu, pihak Xl menyatakan permohonan maaf atas apa yang terjadi di RT 22, Kelurahan Rawasari itu.

Perwakilan PT Execel Comindo Jakarta, yang di Jambi Engkos mengatakan, pihaknya siap berunding dengan warga. ”Jujur saja, permasalahan penolakan seperti ini kadang terjadi, namun bisa dinormalisasi. Begitu juga dengan yang terjadi di RT 22, Kelurahan Rawasari, saya yakin masalah ini bisa diselesaikan dan kami siap duduk bersama dengan warga kembali,” katanya pada Metrojambi.com.

Menurut Engkos, sebenarnya pembangunan tower tidak bermasalah. ”Kita punya izin pendirian yang sah, mungkin karena ada miss communication di lapangan, BTS itu akhirnya mengalami penundaan operasi. Kami berjanji akan melakukan sosialisasi ulang, jika perlu kita siap memberikan kompensasi jika hal itu memang menjadi kehendak warga sekitar,’’jelasnya. ‘’Hal ini lah yang mungkin memang harus kami perbaiki, yakni hubungan yang harmonis dengan warga sekitar BTS,” tambah Engkos lagi.

Soal radiasi yang ditimbulkan, Engkos membantah jika itu berakibat buruk terhadap warga.”BTS kita itu tingginya 36 meter, hasil survei kita lingkungan radius 36 meter tidak bermasalah. Radiasi yang bakal timbul akibat pengoperasian tower bukan masalah yang ditakutkan. Semua sudah kita antisipasi, ada tanggungan Risk, makanya kami berkeinginan bertemu warga kembali untuk menjelaskan secara rinci sekaligus memperbaiki hubungan yang belum baik ini,” tukasnya.(yus)

Warga Tolak Keberadaan Tower XL


Rabu, 23 /03/ 2011 09:10

Ilustrasi
Ilustrasi
JAMBI - Warga RT 22, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kota Baru secara tegas menolak keberadaan tower salah satu provider kartu handphone (HP) yang ada di wilayah mereka. Selain dinyatakan dibangun tanpa persetujuan, warga juga kuatir tower berdampak  negatif akibat gelombang magnetik yang dipancarkan. Ketua RT 22, Fauzi Kadir mengatakan, pembangunan tower tidak ada persetujuan warga.

”Bulan September 2010 lalu, ada perwakilan XL datang dengan permohonan izin tower, namun hal itu dilakukan secara sepihak. Ringkasnya pihak XL membangun tanpa persetujuan warga, padahal sudah ada penghentian bangunan dari  tata ruang, namun itu tidak diindahkan, pembangunan tower ini terkesan sepihak dan itu kami sesalkan,” ujarnya pada Metrojambi.com.

Anggota DPRD Kota Jambi Hamid Al-Jufri menyatakan, jika memang kejadiannya seperti yang disampaikan warga, pembangunan tower itu sudah menyalahi prosedur. ”Dari keterangan warga jelas ada yang salah. Pertama adalah izin warga sekitar, kemudian ternyata prosedur perizinan di tingkat eksekutif juga terkesan salah. Jadi wajar saja masyarakat sekitar minta tower di bongkar, sebab aturan itu tidak diikuti pihak PT Darma Maju Sarana sebagaimana mestinya, artinya ini memang menyalahi aturan,” tegasnya.

Sementara itu, pihak PT Darma Maju Sarana yang diwakili Engkos justru menyatakan mendapat izin warga sekitar. ”Kita punya bukti restu warga dan batas opsi ketinggian juga telah kita turunkan menjadi 36 meter dan itu sesuai dengan Surat Keputusan Bersama, jadi  kami lihat itu bukan masalah,” katanya. (yus)

PEMKOT SERANG BATASI PEMASANGAN TOWER

Selasa, 8 Maret 2011
Oleh: Arnelia Triwardini

Foto:bd-ant
(Berita Daerah-Jawa) Pemerintah Kota Serang membatasi pemasangan tower atau menara telekomunikasi hingga 2014 hanya sebanyak 357 unit pada 119 titik di wilayah Kota Serang.
"Kalau lebih dari 357 tower hingga 2014, maka Kota Serang akan menjadi hutan tower," kata Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Serang Edinata Sukarya di Serang, Selasa.
Ia mengatakan, menurut data Dinas Perhubungan Kota Serang hingga 2010, jumlah tower telekomunikasi atau BTS (base transceiver station) di Kota Serang sudah 152 unit. Sehingga jika tidak ada aturan atau pembatasan, maka pertumbuhan pembangunan tower tersebut tak terkendali.
"Makanya kami nanti mengarahkan untuk penggunaan tower bersama. Jika tidak mentaati ketentuan tersebut, kami tidak akan memberikan ijin mendirikan bangunan (IMB) tower tersebut," kata Edinata.
Berdasarkan Peraturan Walikota Serang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pembangunan, Penataan, dan Pengelolaan Menara Telekomunikasi, sejak 2009 hingga 2014 jumlah tower tidak bisa lebih dari 357 unit yang tersebar di 119 zona, satu zona rata-rata terdiri atas tiga tower.
"Pada prinsipnya kami memperhatikan pemanfaatan ruang, kontribusi pendapatan asli daerah dan partisipasi akselerasi pembangunan melalui corporate social responsibility (CSR) serta memperhatikan juga iklim investasi di Kota Serang," katanya.
Ia mengatakan, selama ini pembangunan tower telekomunikasi belum dikenakan retribusi oleh Pemkot Serang. Karena payung hukum atau Raperda untuk retribusi itu sedang dalam pembahasan, belum ditetapkan oleh DPRD Kota Serang.
Menurutnya, dalam Perda tersebut nantinya diatur tentang retribusi tower telekomunikasi tersebut, yakni sekitar dua persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditambah nilai investasi bangunan. Selama ini, rata-rata satu pembangunan satu tower telekomunikasi menghabiskan biaya sekitar Rp1,4 miliar hingga Rp1,5 miliar.
Untuk pembangunan tower bersama, akan diteliti terlebih dahulu apakah akan digunakan tower bersama atau tidak. Jika ada operator telekomunikasi atau provider pemilik tower tidak mau diajak kerja sama, IMB-nya tidak akan dikeluarkan atau towernya akan dibongkar.

Prospektif, tapi Masih Banyak Persoalan

Jumat, 01 Juli 2011

Permen Kominfo No 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi serta Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika), serta Kepala Badan (Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal) Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi menjadi dasar hukum bagi para pelaku bisnis infrastruktur telekomunikasi untuk menjalani usaha penyewaan menara.

Sebelum adanya regulasi tersebut, perusahaan-perusahaan itu kerap kali membangun sendiri menara telekomunikasi. Hal itu mengakibatkan, munculnya "hutan menara". Di satu daerah bisa ditemui lima hingga 10 menara yang dibangun oleh berbagai operator.

Sebenarnya, jika dilihat dari sisi pengeluaran, pembangunan menara oleh setiap operator terbilang boros. Lihat saja, untuk membangun satu menara dibutuhkan biaya 700 juta hingga 1,5 miliar rupiah. Sementara, biaya sewa menara hanya 15 juta hingga 20 juta rupiah per bulan. Angka itu bisa lebih rendah seiring bertambahnya pihak penyewa. Biasanya satu unit menara disewa oleh dua hingga empat operator.

Selain lebih murah biayanya, dari sisi teknologi, sistem jaringan di base transceiver station (BTS) sangat mungkin digunakan secara bersama-sama beberapa provider atau operator seluler. Hal itulah yang lantas mendorong para operator mengembangkan jaringan dengan cara menyewa menara telekomunikasi dari perusahaan lain.

Menurut Ketua Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) Sakti Wahyu Trenggono, saat ini jumlah menara telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia sekitar 54.200 unit. Dari total itu, sekitar 16 ribu unit di antaranya dimiliki oleh 23 anggota Aspimtel.

Lebih lanjut, Sakti menyatakan saat ini, operator telekomunikasi masih menguasai bisnis penyewaan menara bersama. "Operator telekomunikasi masih menjadi penguasa dari sisi infrastruktur atau bisnis sewa menara. Telkomsel saja memiliki 18 ribu menara dengan penguasaan pangsa pasar 33 persen. Menara Telkomsel disewa oleh 1.170 tenant," ungkap Sakti, di Jakarta, pekan lalu.

Adapun pemain terbesar kedua dan ketiga masing-masing adalah Indosat dengan 12 ribu menara dan XL yang memiliki 10 ribu menara. Dengan jumlah tersebut, Indosat menguasai 22 persen pangsa pasar, sementara XL mampu merebut 18 persen pangsa pasar. Menurut Sakti, pada tahun ini pasar penyewaan menara masih cukup besar. Diperkirakan enam ribu BTS akan dibangun operator.

Meski prospek bisnis penyewaan menara telekomunikasi diperkirakan masih cerah, bukan berarti pelaksanaannya tanpa kendala. Beberapa persoalan yang masih mengadang kelancaran bisnis tersebut di antaranya sulitnya melakukan site acquisition, adanya disinkronisasi antara geolokasi site dan zona rencana tata ruang wilayah atau kota, serta tumpang-tindih menara di antara sesama penyedia menara. Masalah lainnya ialah keengganan pihak operator membagi menara, ketidaksiapan cell plan pemerintah daerah, serta resistensi dari masyarakat terhadap pendirian sarana tersebut.

Peter M Simanjuntak, Sekjen Aspimtel, menambahkan peraturan pemda yang tidak sejalan dengan semangat membangun wilayahnya masing-masing dapat menghambat bisnis penyewaan menara telekomunikasi. "Sejumlah pemda cenderung melihat menara sebagai objek pungutan saja, tidak menganggap keberadaan menara dan sarana telekomunikasi memiliki multiplier effect bagi perekonomian daerah," kata dia. Padahal, tambah Peter, pelaku usaha di sektor telekomunikasi seharusnya dijadikan mitra strategis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah. cas/E-2

32 Ribu Desa di Indonesia Masih Blankspot

Yogya, KU
Sedikitnya 32 ribu desa di wilayah Indonesia masih blankspot karena belum memiliki menara telekomunikasi. Hal itu terjadi akibat belum meratanya pembangunan infrastruktur, terutama di sebagian daerah Indonesia bagian timur.
�Terdapat 32 ribu desa blankspot di Indonesia,� ujar Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Depkominfo, Sukemi, dalam sosialisasi UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Acara yang merupakan hasil kerja sama Depkominfo RI dan LPPM UGM ini bertempat di Ruang Sidang Utama LPPM UGM, Rabu (21/10).
Dikatakan Sukemi, belum terhubungnya informasi di desa-desa blankspot karena belum terjangkau pembangunan menara telekomunikasi. Kendati menara belum dibangun, kebanyakan dari masyarakat di desa blankspot ternyata telah siap menerima teknologi informasi dan komunikasi. �Masyarakat kita sudah siap, tapi infrastruktur saja yang belum siap,� imbuhnya.
Ia menceritakan di desa dekat perbatasan Timor Leste dan Kupang, NTT, baru Agustus lalu dapat berkomunikasi dengan telepon seluler. Pada awalnya, operator seluler pesimis. Namun, dalam waktu satu minggu, penggunaan bandwidth telah melebihi kapasitas menara BTS. �Usut punya usut, ternyata selama ini mereka (masyarakat) sudah punya handphone. Sebelum ada sinyal, mereka gunakan untuk dengarkan musik (mp3),� ujar Sukemi.
Lebih lanjut, Sukemi mengatakan pemerintah berencana membuat program 10 Desa Punya Internet atau Desa Pintar dengan hadirnya pelayanan internet. Dimulai dengan komunikasi suara, dilanjutkan kemudian dengan komunikasi data.
Kepada wartawan, Direktur Kelembagaan Komunikasi Sosial Depkominfo, James Pardede, mengemukakan salah satu upaya Depkominfo untuk mengurangi jumlah desa blankspot adalah dengan melakukan program Universal Service Obligation (USO). Program berupa pembangunan telekomunikasi perdesaan yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan akses telekomunikasi di daerah-daerah, termasuk daerah terpencil. �Biaya program ini diambil dari hasil keuntungan operator seluler yang didorong untuk turut membangun pemancar di daerah,� tambahnya.
Selain membangun menara telekomunikasi, pihaknya akan terus mendorong pembangunan lembaga dan media penyiaran di daerah terpencil. �Terus mendorong radio dan media komunitas di daerah perbatasan,� pungkas Pardede. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Dari Permenkominfo Menara Bersama hingga Retribusi Menara (UU PDRD)

July 10, 2011
Industri telekomunikasi nasional telah mengalami perubahan yang sedemikian pesat, sejak diberlakukannya UU no. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Hal tersebut, mendorong lahirnya beragam peluang-peluang bisnis di sektor telekomunikasi antara lain perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang pendirian menara telekomunikasi. Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 2 tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, maka kebijakan ini berimbas pada perubahan struktur bisnis telekomunikasi yang semakin bebas, kompetitif, dan agresif.
Pada tahun 2009 juga telah disahkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri dan 1 Kepala Badan yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 07/PRT/M/2009, Nomor 19/PER/M.KOMINFO/3/2009, dan Nomor 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Regulasi ini merupakan instrumen hukum guna membangun kepercayaan bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk memulai terciptanya penataan menara telekomunikasi yang komprehensif, baik dari aspek estetika, tata kota, keamanan, lingkungan dan proteksi bagi area-area tertentu yang strategis.
Tujuan dari SKB 3 Menteri dan 1 Kepala Badan antara lain menyerasikan dan mensinergikan pembagian urusan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan menata menara bersama telekomunikasi. Keputusan bersama ini juga bertujuan mencegah penyediaan menara dari praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sesama pelaku industri telekomunikasi.
Dalam SKB 3 Menteri dan 1 Kepala Badan ini dinyatakan, bahwa kebijakan pembangunan menara bersama telekomunikasi berdampak pada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Pekerjaan tersebut antara lain Pemerintah Daerah harus membuat regulasi tentang menara telekomunikasi mengacu pada SKB dan menampung spesifikasi lokal dan kearifan lokal. Pemerintah Daerah juga diminta untuk mempermudah proses perizinan IMB untuk menara telekomunikasi, namun tetap tegas dalam penegakan hukum melalui Perda.
Pada tahun 2009, telah disahkan UU Nomor 28/2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Salah satu pasal penting berkaitan dengan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi telah diatur ketentuannya sebagaimana objek retribusi dalam pasal 124. Bahwa Objek Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf n adalah pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan umum.
Dalam penjelasan pasal 124 juga ditegaskan bahwa mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pengawasan dan pengendalian sulit ditentukan serta untuk kemudahan penghitungan, maka tarif retribusi ditetapkan paling tinggi 2% (dua persen) dari nilai jual objek pajak bangunan menara telekomunikasi. Adapun formula perhitungan retribusi pengendalian menara dapat dihitung berdasarkan seberapa banyak frekuensi pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi yang akan dilakukan oleh Pemda dengan mempertimbangkan beberapa parameter teknis yang berkaitan dengan menara telekomunikasi.
Parameter yang perlu dipertimbangkan berikut nilai koefisien besaran yang akan dijadikan acuan dalam penetapan retribusi pengendalian menara telekomunikasi antara lain sebagai berikut :
a. Berdasarkan Kawasan Penempatan Menara
b. Berdasarkan Penggunaan Menara
c. Berdasarkan Ketinggian Menara
(syeh.assery@undip.ac.id)

Site Audit Menara Telekomunikasi

July 10, 201
Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan kegiatan ekonomi suatu daerah, akan meningkatkan pula kebutuhan informasi dan komunikasi di daerah tersebut, baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga berdampak pada munculnya usaha di bidang informasi dan komunikasi seperti radio, televisi, telepon, telepon seluler, internet dan sebagainya. Salah satu infrastruktur terpenting dalam teknologi komunikasi dan informasi adalah menara yang berfungsi sebagai pemancar sinyal-sinyal gelombang informasi dan komunikasi.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi daerah setiap tahunnya, maka penggunaan layanan telekomunikasi juga bertambah dan dengan demikian kebutuhan lahan untuk penempatan menara telekomunikasi juga semakin bertambah. Namun di sisi lain ruang dan lahan yang ada sifatnya terbatas. Demikian pula dampak yang mungkin timbul dari tidak terkendalinya pembangunan menara ini antara lain semakin berkurangnya lahan hijau, mempengaruhi estetika kota, dan potensi ketidaksesuaian dengan tata ruang kota.
Dua sisi yang berbeda harus dijalankan, yaitu di satu sisi harus memenuhi kebutuhan informasi dan komunikasi bagi seluruh penduduk, disisi lain Pemda harus mampu mengendalikan pertumbuhan pembangunan menara telekomunikasi. Beranjak dari beberapa hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan studi penyusunan site audit menara telekomunikasi.
Penyusunan Site Audit menara telekomunikasi adalah seperangkat instrumen audit yenag merupakan serangkaian prosedur teknis dalam mengenali dan mengidentifikasi secara detail informasi dan fakta-fakta yang ada di lapangan terhadap asset menara telekomunikasi, termasuk keseluruhan asset yang terdapat dalam area menara (site), baik yang bersifat fisik, non fisik, maupun legalitasnya.
Pekerjaan Audit Menara Telekomunikasi ini dilakukan dengan maksud dan tujuan sebagai berikut :
1. Melakukan pendataan baru atau pendataan ulang secara detail atas keseluruhan komponen yang terdapat dalam suatu site menara telekomunikasi
2. Melakukan pendataan legalitas kepemilikan atas suatu site menara
3. Memberikan temuan (findings) dan rekomendasi atas suatu menara telekomunikasi
4. Melakukan investigasi atas dugaan penyimpangan/penyalahgunaan atas suatu site yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu
5. Memberikan penilaian aset (appraising) dan penghitungan estimasi NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dalam suatu site berdasarkan standar kelayakan teknis dan mutu.
(syeh.assery@undip.ac.id)

Kriteria Penentuan Penempatan Lokasi Menara Bersama

July 10, 2011 
Untuk menghitung kebutuhan BTS ideal dalam menyediakan layanan selular dengan kecukupan traffic yang sebanding dengan potensi pelanggan dan mampu meng-cover seluruh area potensial selular di sebuah Kabupaten, maka pendekatan yang digunakan adalah menggunakan parameter :
1. jumlah penduduk di setiap Kecamatan,
2. menentukan teledensity di sebuah Kabupaten/Kota,
3. melakukan plotting posisi menara pada peta digital dengan meng-overlay seluruh kelengkapan peta digital dan
4. melakukan prediksi coverage untuk mendapatkan coverage yang paling optimal.
Beberapa asumsi :
1. Tingkat teledensitas layanan selular di Indonesia adalah misalnya berkisar di angka 30%. Adapun untuk suatu Kota/Kabupaten tertentu misalnya diasumsikan 50%.
2. Lama rata-rata panggilan atau menerima panggilan untuk setiap handphone per hari misalnya 75 mili Erlang (setara dengan 5 menit) per hari pada jam sibuk pada area urban, 67 mili Erlang (setara dengan 4 menit) pada area sub_urban dan 50 mili Erlang (setara dengan 3 menit) pada area rural.
3. Asmumsi traffic handling BTS per sector maksimal dengan 4 kanal frekuensi adalah 20,15 Erlang pada tingkat kualitas layanan (GOS, Grade of Service) = 0,02, yang berarti kegagalan panggilan hanya sebanyak 2 kali dari 100 kali panggilan). Dengan asumsi seluruh BTS menggunakan 3 sector dan total 12 kanal frekuensi mampu untuk menghandle traffic sebesar 60.45 Erlang (60.45 jam panggil/calling dan terima/called)
Kriteria dalam penentuan penempatan Menara Bersama:
1. Diprioritaskan menggunakan sarana site menara eksisting. Pemilihan menara eksisting adalah dengan mempertimbangkan pada posisi koordinatnya yang sesuai dengan konfigurasi seluruh kebutuhan BTS di daerah tersebut.
2. Kendala yang dijumpai dalam pemanfaatan Menara Eksisting sebagai Site/ Menara Bersama adalah site-site eksisting pada umumnya tidak dipersiapkan sebagai site dan Menara Bersama.
3. Lingkungan area site yang sempit dapat disolusikan dengan pembuatan bangunan bertingkat untuk menampung perangkat 3 Telco operator.
4. Menara-menara bisa dilakukan penguatan atau membangun menara baru yang dipersiapkan untuk mampu menampung 2 atau 3 Telco operator.
5. Mengidentikasi area-area residential, mobilitas penduduk (jalan utama/kolektor/ lokal), pusat bisnis, pusat pemerintahan dan area fasilitas publik (area wisata, sekolah, taman kota dan lain-lain) yang belum ter-cover oleh BTS eksisting
6. Mengidentifikasi area Kecamatan yang memiliki potensi trafic tinggi (yang setara dengan jumlah penduduk yang padat) dan belum seimbang dengan ketersediaan BTS eksisting sehingga perlu tambahan BTS-BTS baru yang akan nantinya dipersiapkan sebagai Menara Bersama
7. Meletakkan site-site untuk BTS baru (menara terpadu) pada area yang memenuhi kriteria poin 3 dan 4.
8. Penempatan Menara Bersama di pinggir jalan, di dataran yang lebih tinggi dari area sekitar lingkungan coverage dari BTS dan sudut sectoral yang lebar untuk meng-cover tiga arah terhadap area clutter yang dikehendaki.
9. Melakukan BTS coverage prediction analysis untuk mendapatkan informasi coverage area dari sebuah BTS dan dari konfigurasi seluruh BTS yang berada di titik menara terpadu.
10. Melakukan koreksi dan pergeseran titik menara guna mendapatkan coverage yang optimal
11. Melakukan penambahan zona-zona menara jika masih ada area potensial dan kapasitas trafik yang masih belum tercover, karena adanya halangan dari pola terrain bumi (banyak terjadi pada daerah pegunungan) maupun gedung tinggi (banyak terjadi di perkotaan).
Dengan menggunakan kriteria di atas selanjutnya dilakukan plotting titik menara yang akan datang pada software GIS dan menggunakan digital map yang lengkap yang terdiri atas :
1. Peta kontur, untuk mendapatkan pola 3 dimensi permukaan bumi
2. Peta landuse, untuk mendapatkan informasi tata guna lahan, penyebaran area residential, industri, pusat bisnis, agriculture dan lainnya
3. Peta vector, untuk mendapatkan informasi jalan utama, jalan kolektor, jalan lokal dan lainnya. Sehingga akan diperoleh pola mobilitas penduduk.
Berdasarkan asumsi-asumsi dan kriteria-kriteria diatas, maka kebutuhan menara ideal di setiap kecamatan di suatu Kota/Kabupaten dapat dihitung.
(syeh.assery@undip.ac.id)

April, Perda Disosialisasikan



 
Kamis, 24 Maret 2011 , 08:49:00

TIDAK dipungkiri, keberadaan menara telekomunikasi atau base transceiver station (BTS), mengancam sejumlah daerah di Kabupaten Bogor.
Data yang diperoleh dari Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Bogor, sedikitnya782 BTS sudah berdiri tegak hampir di seluruh daerah.

Itu pun baru BTS yang diyakini sudah mengantongi perizinan dari pemkab.
Sementara, perkiraan yang belum mengantongi izin atau bodong mencapai ribuan BTS.
Hal yang menjadi pertanyaan, apakah Perda tentang Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama yang baru saja disetujui dewan, mampu menebang hutan baja tersebut.

Menurut Kasi Pos dan Telekomunikasi pada Diskominfo Erry Risman mengatakan, perda sedang dalam tahap pengesahan. Rencananya, April mendatan akan mulai disosialisasikan kepada masyarakat. Khususnya, para pengusaha menara sebagai pelaku usaha.

Sementara itu, pemkab sudah memberikan surat edaran bernomor 555/416-DTBP perihal perizinan BTS kepada sejumlah SKPD. Di antaranya, BPT, Diskominfo, DTRP dan DTBP.

Ia mengaku, BTS yang terdata sekitar 738 tower. Itu berdasarkan data dari 2003-2010.
Sedangkan, untuk 2011, pihaknya belum melakukan pendataan, mengingat perda yang ada belum diberlakukan.

"Kita akan mengacu pada itu ketika akan mendata ulang," imbuhnya. Dikatakannya, dalam pembangunan tower, pemilik harus memiliki rekomendasi dari Diskominfo. Sebab, salah satu syarat pembangunan, selain memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), BTS harus mengantongi surat rekomendasi.

Erry menambahkan, sejauh ini penataan BTS masih tak beraturan. Tapi, dibuatnya perda ini diharapkan bisa menata keberadaan BTS. 
Sejauh ini, ada tujuh kecamatan yang ditangguhkan proses perizinannya lantaran belum diberlakukannya perda di masyarakat. Namun, bulan depan rencananya mulai disosialisasikan. 

Sementara itu, Ketua Pansus Perda Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, Tengku Hanibal mengaku, untuk sosialisasi memang perlu waktu.
Dimana, saat ini draf perda sedang dievaluasi gubernur.

Menurut dia, perda yang dibuat bukan merupakan retribusi dari pembangunan menara BTS. Melainkan, lebih kepada penyelidikan dan pengawasan terhadap berdirinya menara.
Selain itu, tujuannya agar SKB 3 menteri yang sudah ada bisa berjalan efektif.
"Di sini kita ingin seluruh operator seluler  bersinergi dengan bergabung menjadi satu menara," jelas politisi dari partai berlambang Kakbah ini.

Lebih lanjut dikatakan, sanksi yang akan diberikan kepada pemiliki tower, antara lain denda hingga konsekuensi hukum. Itu jika pemilik melanggar peraturan.
Sebab, legalitas tower yang ada saat ini masih sumir. Sehingga, ke depan, diharapkan BPT dan DTBP bisa memverifikasi keseluruhan BTS di Kabupaten Bogor.
Baik itu yang  berekomendasi maupun yang tidak.

Menara Bersama Dinilai Efektif

CIBINONG-Penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia mengalami perkembangan pesat dengan berlakunya Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Selain perundangan itu, ada kebijakan lain dari pemerintah yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.

Hal itulah yang dijadikan kebijakan pemerintah untuk lebih mengoptimalkan menara, dengan memperhatikan beberapa permasalahan seperti penentuan lokasi menara bersama.
Bahkan, di Kabupaten Bogor telah disahkan peraturan daerah (perda) tentang pembangunan dan penggunaan bersama menara telekomunikasi.

Wakil Ketua Pansus II, Iwan Setiawan mengatakan, pengaturan penyelenggaraan menara bersama bertujuan mewujudkan ketertiban yang menjamin keandalan teknis dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan serta mengendalikan pembangunan menara.

Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan jasa telekomunikasi sesuai rencana tata ruang wilayah dan ketertiban serta kepastian hukum.
“Ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan meliputi proses pembangunan, perizinan, pengendalian, pengawasan dan penertiban terhadap menara yang berfungsi khusus sebagai sarana penunjang jaringan atau sistem tertentu,” ungkapnya.

Sedangkan, identitas hukum yang wajib dimiliki yaitu nama pemilik, penanggung jawab, lokasi dan koordinat, tinggi menara dan tahun pembuatan atau pemasangan, kontraktor, pabrikan dan beban maksimum.

“Pembangunan menara bersama wajib memiliki IMB dari bupati,” tuturnya.
Ia menegaskan, penyedia menara yang melanggar ketentuan akan diberikan teguran tertulis tiga kali dalam tenggang waktu masing-masing tujuh hari kalender oleh pemda.

Jika setelah ditegur pemilik menara tak mengindahkan dan atau tidak memenuhi teguran, maka IMB menaranya akan dibekukan. "Penyedia menara wajib melakukan penyesuaian paling lambat tujuh hari kalender, terhitung sejak pembekuan," paparnya.

Setiap penyedia tower yang melanggar ketentuan, dapat dipidana kurungan maksimal tiga bulan atau denda maksimum Rp50 juta.

Ia mengakui, perda masih dilematis, karena bila dibatasi akan menghambat investor masuk ke Kabupaten Bogor. Sedangkan, mencari penanam modal cukup sulit. "Ya, semoga semua berjalan lancar sesuai perencanaan," ucap Iwan.

Sementara itu, Bupati Bogor Rachmat Yasin mengatakan, masih merancang petunjuk teknis (juknis). "Ada instansi lain yang ikut menganalisa pendirian BTS ini, seperti pangkalan udara Atang Sandjaya (ATS)," katanya.

Menurut dia, menara telekomunikasi harus memperhatikan ketinggian hingga batasan tempat pembangunan agar tak membahayakan masyarakat.
"Lebih baik kita berhati-hati menerbitkan aturan yang lebih konkret, daripada terburu-buru tapi tak akurat," ungkapnya. (bac/luc)

BTS, Mengatur Barisan

DI NEGERI ini, jarang ada pembangunan yang sangat pesat selain pembangunan menara BTS (base transceiver station). Bayangkan saja, 15 tahun silam, jumlah BTS mungkin baru sekitar 10 unit. Kini, ada 35 ribu BTS bertebaran di pelosok negeri. Sejumlah kota mungkin akan menjadi hutan menara baja jika pembangunan BTS tetap dibiarkan seperti sekarang. Itu sebabnya pemerintah berniat merilis regulasi pembangunan serta pengelolaan menara BTS, akhir tahun ini juga.
Basuki Yusuf Iskandar, Dirjen Postel Departemen Kominfo, menegaskan bahwa beleid tentang pembangunan serta pengelolaan menara BTS itu akan diundang-undangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Kominfo. Jadi, nantinya, pembangunan BTS akan dibatasi. Yang sudah ada pun pemanfaatannya akan dioptimalkan.
Beleid itu memang merupakan sebuah kebutuhan. Tanpa itu, besar kemungkinan jumlah menara BTS akan membengkak. Indra Gunawan, Sekjen Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel), menduga kebutuhan BTS akan mencapai 43 ribu menara pada tahun depan. Sebab, kala itu, pengguna ponsel diperkirakan bakal meningkat menjadi 65 juta pelanggan.
Padahal, pembangunan menara BTS secara jorjoran macam begitu jelas merupakan pemborosan. Membangun menara memang tidak murah. Biaya investasi untuk satu menara sedikitnya mencapai Rp 1,5 miliar—termasuk untuk pembebasan tanah yang rata-rata mencapai Rp 600 juta. Di Hong Kong atau di kebanyakan negara lain, satu BTS bisa dipakai oleh sejumlah operator seluler. Bahkan, stasiun televisi atau radio juga bisa ikut menumpang. Sungguh amat efisien. Di sini, kebanyakan BT eksklusif milik satu operator.
Nah, beleid yang akan dibuat oleh kantornya Pak Sofyan Djalil itu berusaha mengubah kebiasaan boros tadi. Jadi, nantinya, satu menara bisa digunakan bersama, minimal oleh empat operator—termasuk stasiun televisi. Jadi, operator tak perlu lagi boros tanah. Apalagi, kata Basuki, banyak kritik dari masyarakat lantaran pembangunan menara BTS di wilayah perumahan kerap mengganggu mereka.
Lalu, apa lagi yang akan diatur dalam beleid soal menara tadi? Banyak juga, rupanya. Basuki menjelaskan, saat ini Ditjen Postel tengah membahas rincian beleid tersebut bersama para stakeholder—mulai dari operator seluler, stasiun televisi, hingga sejumlah pemerintah daerah. Nantinya, akan diatur soal standardisasi serta kriteria pembangunan dan pengelolaan menara BTS. Ada standardisasi konstruksi menara, ketinggian menara, jarak antar-BTS seluler, serta posisi penangkal petir.
Standardisasi jelas penting. Soal standar konstruksi, misalnya. Hal itu perlu diperhatikan untuk menjaga kekuatan menara dari terpaan angin serta kemungkinan gempa. Selain itu, ketinggian dan lokasi menara juga harus diatur agar tidak mengganggu tata kota. Pengaturan jarak antar-BTS ditujukan untuk mengisolasi frekuensi antaroperator supaya tidak terjadi interferensi antaroperator.
Yang menjadi masalah, bagaimana mengaplikasikan aturan itu nantinya? Sebab, saat ini saja jumlah menara BTS sudah amat bejibun. Tercatat, dari sekitar 35 ribu menara itu, Telkomsel memiliki 14.500 lebih menara, sedangkan Indosat mempunyai 11 ribu menara. Lantas, PT Excelcomindo Pratama memiliki 4.500 menara. Setelah itu, ada pula Komselindo dan Metrosel (keduanya memiliki 700 menara secara bersama), Bakrie Telecom (406), Natrindo (271), Sampoerna (270), dan Hutchinson (64). Sebagian besar menara-menara tadi berlokasi di Ibu Kota dan di sejumlah kota besar di pulau Jawa.
Celakanya lagi, sebagian dari menara baja tadi berdiri tanpa izin. Basuki, yang juga Ketua BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia), menegaskan bahwa para operator seluler maupun perusahaan anggota Aspimtel memang acap mengabaikan peraturan. Bahkan DPRD DKI Jakarta, pekan lalu, sempat meminta Dinas Pengawasan dan Penataan Bangunan Pemprov DKI Jakarta untuk menertibkan ratusan menara BTS yang belum memiliki izin. Saat ini, dari total 1.500 menara di Jakarta, ada sekitar 200 lebih yang tidak memiliki izin. Untunglah, untuk masalah ini, Gubernur Sutiyoso masih berbaik hati. Pemprov DKI memberikan kelonggaran bagi operator seluler untuk mengurus perizinan.
Namun, sikap Pemkab Tasikmalaya justru lain. Belum lama ini, kabupaten di provinsi Jawa Barat itu dikabarkan telah merobohkan tiga menara BTS milik operator seluler lantaran tidak memiliki IMB (izin mendirikan bangunan).

ADA YANG MAU AKAL-AKALAN
Boleh jadi, kesembronoan itu terjadi lantaran pembangunan menara BTS dianggap bisnis yang sangat menggiurkan. Bayangkan saja, dengan modal Rp 1,5 miliar, sebuah menara bisa balik modal dalam tempo delapan tahun. Padahal, menurut Amal Syahrial, Manajer Operasional PT Pandu Sarana Global (perusahaan yang bergerak di bidang penyewaan menara BTS), masa kontrak sewa yang umumnya diterapkan pemilik menara minimal selama 10 tahun per periode. Biasanya, penyewa itu suka memperpanjang masa sewanya.
Amal juga menegaskan, tarif sewa yang dikenakan perusahaannya untuk satu menara bisa mencapai Rp 20 juta per bulan per pelanggan. Nah, kalau nanti satu menara bisa disewa oleh empat pelanggan, tentu pemasukan Amal bakal lebih besar lagi.
Tapi, harga sewa yang dikenakan tentu juga bisa lebih murah. Makanya ide penggabungan penggunaan menara disambut hangat oleh sejumlah operator seluler. Herman Then Kek Khian, Head of Marketing PT Mobile-8 Telecom, menuturkan bahwa beleid itu bisa membuat biaya operasional perusahaannya menjadi lebih efisien.
Bambang Riadhy Oemar, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Telkomsel, juga mendukung regulasi tersebut. Bahkan, kata Bambang, Telkomsel bisa melihat ini sebagai peluang bisnis. Menara-menara Telkomsel yang amat banyak itu bisa dijadikan sebagai menara bersama.
Namun, seiring dengan adanya rencana penerbitan beleid tadi, muncul kabar bahwa semua operator seluler akan dilarang memiliki menara sendiri. Mereka bahkan harus menjual menara miliknya sekarang kepada sejumlah perusahaan pengelola. Jadi, perusahaan pengelola itulah yang nantinya akan mengelola serta mengoperasikan menara BTS tersebut. Operator seluler tinggal membayar tarif yang ditentukan.
Syahdan, perusahaan-perusahaan pengelola itu sekarang sudah mencuri start untuk mendapatkan izin pengelolaan tadi. Kabarnya sih, jumlahnya tak lebih dari jumlah jari di satu tangan. Dan semuanya memiliki keterkaitan dengan sejumlah pejabat tinggi. Mereka inilah yang akan menguasai pasar menara seluler. Lo, bukankah semua itu harus lewat proses tender? ”Memang, tapi mereka sudah siap dari sekarang. Nanti pasti mereka yang akan dimenangkan dalam tender,” ujar seorang sumber.
Benar begitu? Mudah-mudahan saja tidak. Soalnya, akan banyak penolakan jika cara-cara kotor seperti tadi dipaksakan. ”Kami akan tetap mengembangkan jaringan menara sendiri jika beleid itu nantinya cenderung membuka praktik monopoli. Pasti juga tak ada operator yang mau,” ujar Bambang Riadhy. Tuh kan.... o 

Banyak BTS tak berizin

Rabu, 20 Juli 2011 14:32
MALANG-Tower Base Transceiver Station (BTS) tak berizin masih menjadi momok perizinan di Kabupaten Malang.  Baru-baru ini muncul data terbaru terdapat enam bangunan tower yang diduga belum mengantongi izin namun sudah berdiri tegak. UPPT Perizinan meminta agar Satpol PP dan Linmas memberi tindakan tegas dengan meratakan bangunan tower tersebut.
Sesuai data yang dihimpun Malang Post enam tower BTS itu antara lain berada di Jl. Sidoluhur RT.07/RW.01 Desa Dilem Kecamatan Kepanjen, Jl. Pisang Candi RT.04/RW.04 Dusun Semanding Desa Curungrejo Kecamatan Kepanjen, Dusun Krajan RT.10/RW.01 Desa Srimulyo Kec. Dampit, Desa Gajahrejo RT.02/RW.01 Kec. Gedanqan, Dusun Balesari RT.01/RW.04 Desa Balesari Kec. Ngajum dan  Dusun Ketapang RT.01/RW.01 Desa Sukoraharjo Kec. Kepanjen.
Kepala UPPT Perizinan Pemkab Malang Razali menyesalkan adanya sejumlah tower bodong yang terlanjur berdiri. Menurut dia seharusnya aparatur kecamatan menjadi benteng untuk mendeteksi bangunan tower di wilayahnya. Sehingga bisa dilakukan tindakan cepat sebelum tower itu berdiri.
“Soal tower ini adalah kerja bersama kita, kecamatan juga harus aktif sehingga bisa diantisipasi dengan cepat,” tegasnya.
Razali juga meminta agar Satpol PP juga bertindak tegas terhadap temuan tower bodong di sejumlah kecamatan. Andaikata pemilik tower tetap nekat tak mengurus izin maka bangunan tower bisa dirobohkan.
“Kita ini hanya pintu untuk perizinan, kalau penegakan Perda itu menjadi tugas Satpol PP,” katanya.
Secara terpisah, Kabid Pembangunan UPPT Perizinan Pemkab Malang Bachrudin mengatakan dari enam tower tersebut baru baru empat yang diketahui statusnya. Dua tower yakni di Dusun Krajan RT.10/RW.01 Desa Srimulyo Kec. Dampit dan Desa Gajahrejo RT.02/RW.01 Kec. Gedanqan belum bisa dipastikan statusnya.
“Kalau dua tower di Dampit dan Gedangan akan saya cek dulu, belum bisa memastikan statusnya mas,” tegas dia.
Namun untuk bangunan tower di Desa Dilem Kecamatan Kepanjen, dia memastikan tidak mengantongi izin. Adapun untuk tiga tower lainnya saat ini masih dalam proses pengajuan IPPT, IMB dan HO. Tiga tower itu berada di Dusun Semanding Desa Curungrejo Kecamatan Kepanjen, Dusun Balesari RT.01/RW.04 Desa Balesari Kec. Ngajum dan Dusun Ketapang RT.01/RW.01 Desa Sukoraharjo Kec. Kepanjen.
“Yang di Sukoharjo Kepanjen, itu belum terbit izinnya mas. Untuk tower yang sudah berdiri tapi belum ada izin, ya mestinya ngurus izin bangunan dulu,” bebernya.
Kendati demikian, kata Bachrudin, pihaknya tetap menerima pengajuan izin dari tower yang terlanjur berdiri. Adapun untuk tower yang sudah berdiri namun belum memiliki izin maka kewenangannya pada Satpol PP dan Linmas Pemkab Malang.
“Kalau berdiri tapi belum punya izin yang itu akan diurus Satpol, akan ditertibkan, bisa peringatan satu sampai tiga kali lantas bisa tipiring atau terserah tindakannya,” tegasnya.
Kepala Satpol PP dan Linmas Pemkab Malang Edy Muljono mengaku sudah memberi peringatan kepada dua tower yang belum punya izin. Ada tower yang mendapat satu kali peringatan dan ada pula yang sudah dia kali peringatan. Pihaknya mematuhi prosedur penertiban sesuai dengan mekanisme pada peraturan daerah.
“Tidak serta merta bisa langsung merobohkan, kita beri peringatan dulu, tunggu itikad baik untuk mengurus izin,” tegasnya.(ary)

Menara BTS Boleh Dipasang di Menara Masjid

28/02/2011 16:31
Jakarta, NU Online
Menara BTS (base transceiver station) yang digunakan oleh operator-operator telephon selluler sah-sah saja dipasang di Masjid atau Musholla. Demikian juga Menara Masjid sah-sah saja dipasangi pemancar sinyal telephon seluler.

Namun, hukum sah atau bolehnya masjid dipasangi Menara BTS ini mensyaratkan bangunan menara harus terpisah dari bangunan masjid atau musholla. Artinya Menara yang digunakan sebagai Menara BTS tidak boleh menyatu dengan bangunan masjid yang digunakan sebagai pusat aktivitas ibadah.
/>
Demikian hasil pembahasan yang dilakukan oleh Lebaga Bathsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) pekan kemarin. Forum pembahasan ini adalah forum pembahasan rutin LTM PBNU.

"Pembahasan ini dilakukan untuk menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan masyarakat seputar hukum pemasangan menara BTS yang akhir-akhir ini banyak dilakukan," tutur Arwani Faisal Wakil Ketua LBM PBNU.

Lebih lanjut Arwani menjelaskan, dari hasil bathsul masail tersebut disimpulkan bahwa, hukum pemasangan atau pembangunan menara BTS yang menyatu dengan bangunan Masjid atau Musholla adalah Haram.

"Sedangkan mengenai dampak buruk penggunaan selluler dan aktifitas maksiat yang menggunakan selluler seperti merencanakan pencurian, tidaklah dapat menjadikan hukum penggunaan selluler menjadi haram. Demikian pun aktifitas maksiat melalui selluler tidak lantas membuat hukum pemasangan atau pembangunan menara BTS di masjid menjadi haram," terang Arwani. (min)

Gresik tolak izin pendirian 76 BTS baru

Online:  Selasa, 19 April 2011 | 10:59 wib ET
GRESIK, kabarbisnis.com: Sedikitnya 76 tower Base Transceiver Station (BTS) di Gresik, Jawa Timur, tidak mendapatkan izin pendirian dari pemerintah daerah setempat karena belum memenuhi persyaratan.
Sekretaris Daerah Gresik, Mohammad Nadjib, mengatakan, Gresik mempunyai regulasi yang mengatur penempatan menara telekomunikasi. Yaitu, Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penataan Menara Telekomunikasi.
Perbup tersebut mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.
"Dengan Peraturan Bupati tersebut segala prosedur perizinan pendirian tower hingga aturan pemasangannya telah ditentukan. Kalau tidak atau belum memenuhi persyaratan, ya tidak boleh, seperti 76 BTS tersebut," ujar Nadjib di Gresik, Selasa (19/4/2011). kbc3