Minggu, 29 Januari 2012

Menara Telekomunikasi Ditarik Dua Retribusi


Balikpapan - Pemerintah Kota Balikpapan akan menarik dua retribusi bagi menara telekomunikasi yang berdiri di wilayahnya guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang ditargetkan naik pada 2012 mendatang.

Kepala Bidang Personel Pelengkapan Pembiayaan dan Dokumen (P3D) Dispenda Kota Balikpapan Asfiansyah mengatakan dua retribusi tersebut terdiri atas retribusi pendirian menara dan pengendalian telekomunikasi.

Mengenai retribusi perizinan, pihaknya telah memberlakukan penarikannya sejak 2008 lalu.“Untuk pengendalian telekomunikasi masih dibahas bersama DPRD. Nantinya, tugas tersebut ada dibawah koordinasi Dinas Perhubungan,” kata Asfiansyah senin, (12/12).

Menurutnya, besaran nilai pajak pengendalian telekomunikasi sebesar 2% dari Nilai Jual Obyek Pajak [NJOP]. Dia mengatakan peluang untuk meningkatkan PAD melalui retribusi menara telkomunikasi masih cukup terbuka karena ada 162 menara yang berdiri di Balikpapan.

Asfiansyah memperkirakan potensi pajak menara telekomunikasi tersebut mencapai Rp3 miliar. Retribusi ini akan cukup membantu perolehan PAD yang ditargetkan mencapai Rp289 miliar pada 2012.

Operator Telekomunikasi Tahun ini Bangun 15.000 BTS


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bisnis telepon dan SMS dalam telekomunikasi nasional, saat ini memang telah memasuki masa kejenuhan, namun operator tetap akan berinvestasi menanamkan peralatan telekomunikasinya di Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Sarwoto Atmosutarno mengatakan, tahun ini diperkirakan seluruh operator telekomunikasi bakalan memasang sebanyak 15.000 Base Transceiver Station (BTS).
"Setelah telepon dan SMS mulai memasuki masa saturasi (kejenuhan) operator telekomunikasi akan mengembangkan layanan data. Saat ini potensi data masih sangat besar," kata Sarwoto di Jakarta, akhir pekan lalu.
Yang jelas, tandasnya, tahun ini operator akan lebih memperbanyak pembangunan BTS untuk teknologi 3G dan long term evolution (LTE). Meski demikian, di daerah-daerah terpencil masih bakal dibangun BTS 2G untuk membuka telekomunikasi baru.
Berapa investasi yang bakalan digelontorkan untuk membangun perlengkapan telekomunikasi tersebut, Sarwoto menyatakan belum tahu. Hal ini karena seluruh operator telekomunikasi belum mengungkapkan berapa rencana belanja modal tahun ini.

Menara Telekomunikasi Berpotensi Bahayakan Masyarakat


Tribunnews.com - Selasa, 17 Januari 2012 18:16 WIB

Menara Telekomunikasi Berpotensi Bahayakan Masyarakat
(Tribun Pontianak/Slamet Bowo Santoso)
Seorang warga melintas disekitar tower milik Telkom yang ambruk disekitar Ibukota Kecamatan Bonti, Jumat (2/9/2011) akibat terjangan puting beliung yang terjadi Senin (29/8/2011) yang lalu. Ketika masyarakat sedang mempersiapkan perayaan Idul Fitri 1432 H. Dari pantauan Tribun disekitar ibukota Kecamatan Bonti Kabupaten Sanggau, diantaranya Gedung SD Negeri 1 Bonti, SMP N 1 Bonti, SMA N 1 Bonti, masjid, gereja, Puskesmas, kantor camat serta bangunan lain mengalami kerusakan serius 
                                                                                                                         
TRIBUNNEWS.COM, SINTANG – Kebaradaan bangunan tower khususnya yang dibangun oleh perusahaan telekomunikasi di Kabupaten Sintang ternyata selama ini belum ada payung hukum yang menaunginya.
Padahal keberadaan tower tersebut dapat membahayakan masyarakat sekitar, mengingat Kalimantan Barat merupakan wilayah yang rawan terjadi angin putting beliung.
Anggota komisi II DPRD Kabupaten Sintang Wiwin Erlias, berharap ada ketegasan dari pemerintah Kabupaten Sintang terkait semakin banyak berdirinya tower provider di wilayah ini. Minimal dengan pembuatan peraturan daerah (perda), selain untuk mengatur wilayah mana saja yang boleh didirikan tower, peraturan dimaksud untuk melindungi masyarakat sekitar dan meningkatkan PAD.
“Kita sangat berharap ketegasan dari pemkab Sintang, karena jika tidak ada perda yang mengatur berdirinya tower tersebut, kita khawatir Sintang akan menjadi rimba tower, dan justru masyarakat yang akan dirugikan. Dan beberapa wilayah di luar Kalimantan Barat seperti Bali sudah berani melakukan pengaturan tersebut, artinya hanya wilayah tertentu yang boleh didirikan tower tersebut,” katanya.
Terlebih dijelaskan Wiwin Erlias, Kalimantan Barat merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana angin puting beliung. Jika tidak ada perda yang mengatur keberadaan tower-tower tersebut, dan terjadi ambruk sehingga menyebabkan masyarakat sekitar menjadi korban maka pemerintah daerah tidak bisa melakukan pengurusan.

Menara Telekomunikasi Mulai Dikenai Retribusi


KULONPROGO, suaramerdeka.com – Mulai 2012 ini para pemilik menara telekomunikasi yang ada di Kulonprogo akan ditarik retribusi pengendalian. Dari 91 menara yang ada, retribusi yang akan masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah tahun ini diperkirakan sebesar Rp 629 juta.
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo), Triyono mengatakan, selama ini menara telekomunikasi yang ada belum ditarik retribusi tahunan karena belum ada regulasi yang mengaturnya. Setelah keluarnya UU No 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah serta penetapan Perda Kulonprogo No 9/2011 tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, barulah penarikan retribusi bisa dilakukan.
"Paling tidak dua minggu ke depan Pemkab akan mengeluarkan SKPR (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) 2012 dan penarikan retribusi menara sudah bisa dilakukan. Kalau dulu menara memang hanya dikenai retribusi perijinan saat pendirian baru, itu pun hanya sekali saat mengajukan perijinan," kata Triyono didampingi Kasi Pelayanan dan Fasilitasi Perijinan, Evi Yulianti, Jumat (27/1).
Saat ini, menara telekomunikasi yang ada di Kulonprogo sebanyak 91 menara. Dari 90 zona di cellplan, menara-menara yang telah ada (existing) itu baru berada di 45 zona. Sedangkan 45 zona lainnya masih kosong atau siap dibangun menara. "Dari 91 menara itu retribusi yang bisa masuk PAD 2012 kisarannya Rp 629 juta," ungkapnya.
Menurut Evi Yulianti, tarif retribusi pengendalian yang dikenakan sesuai Perda 9/2011 sebesar 2% dari nilai bangunan tower. Penilaian nilai bangunan tower sendiri didasarkan pada Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No 17/2007 Kementerian Keuangan, salah satunya dari segi ketinggian tower.
Dengan demikian, besaran retribusi yang harus dibayarkan untuk masing-masing tower bervariasi. Dicontohkannya, untuk tower paling rendah yang ada di Kulonprogo setinggi 30-40 meter dikenai Rp 2,963 juta dalam satu tahun. Sedangkan yang tertinggi, 90 meter, dikenai Rp 8,9 juta. Adapun rata-rata ketinggian tower yang ada di Kulonprogo 72 meter yang akan dikenai retribusi Rp 7,2 juta.

Telkomsel Tambah 300 BTS di Sulsel


MAKASSAR, FAJAR -- PT Telkomsel memberikan apresiasi kepada sejumlah mitra yang menjadi distributornya. Operator selular terbesar Indonesia ini mengundang 750 outlet dalam ajang "Telkomsel Outlet Gathering Cluster Makassar Inner dan Gowa," di lantai 2 Gedung Graha Pena, malam tadi.

Outlet tersebut tersebar di kawasan Makassar dan Gowa, dan dikelola oleh tiga mitra PT Telkomsel, yaitu Akar Daya, MMPP, dan Telesindo.

Telkomsel juga memberikan sejumlah hadiah kepada outlet yang memiliki prestasi tinggi. Menurut Manager Corporate Communications Telkomsel Area Pamasuka, Jowvy Kumala, Telkomsel telah menyelenggarakan sebuah ajang kompetisi untuk masing-masing outlet sepanjang  Oktober hingga Desember tahun lalu, yakni ROC dan RAT.

"ROC berupa kompetisi branding, display produk, dan kreativitas outlet. Sedangkan RAT berupa kompteisi sales dan recharge. Outlet yang menjadi pemenang adalah mereka yang memiliki poin sales activation tertinggi," jelasnya.

Branch Manager Telkomsel Area Makassar, Moh Ardip saat memberi sambutan, berterima kasih kepada masing-masing outlet yang telah banyak mendukung layanan hingga ke pelosok daerah. Untuk itu, pertumbuhan outlet diharap bisa meningkat.

"Di tahun 2011, untuk Makassar, kita mengalami penambahan sebanyak 2.400 outlet," jelas Divisi Sales and Outlet Operation Branch Makassar, Dian. Menurut dia, saat ini sudah ada sekitar 6000 outlet Telkomsel di Makassar.

Bukan hanya outlet, Telkomsel juga berencana memperluas jangkauan dengan menambah jaringan Base Transceiver Station (BTS) sebanyak 300 unit di wilayah Sulawesi Selatan. Penambahan ini juga diharap bisa menunjang pertumbuhan bisnis dan pelanggan.

Dalam Gathering tersebut, sejumlah outlet mendapatkan hadiah, seperti umrah, tiket Jalan-jalan ke Bali, beberapa unit sepeda motor, serta sejumlah uang tunai. (sbi/sil)

Senin, 02 Januari 2012

Menara Telekomunikasi Dikenakan Dua Pungutan


Potensi PAD Capai Rp3 Miliar, Pemndiriannya Juga Harus Diawasi

BALIKPAPAN- Operator telekomunikasi di Balikpapan akan dikenakan dua kali retribusi pendirian menara telekomunikasi. Pemkot dan DPRD saat ini tengah menggodok Perda pengendalian telekomunikasi yang di bawah kordinasi Dinas Perhubungan Kota.
“Retribusi yang dikenakan, yakni retribusi perizinan yang telah diatur dalam Perda IMB tahun 2008 dan retribusi pengendali komunikasi yang tengah digodok (bahas),” kata Kabid Personel Perlengkapan Pembiayaan dan Dokumen (P3D) Dispenda Kota Balikpapan, Asfiansyah.
Menurutnya, pengenaan besaran retribusi pengendalian menara sebesar 2 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP). Saat ini di Balikpapan telah berdiri sekitar 162 menara. Keberadaan menara telekomunikasi dan pemancar tersebar disejumlah daerah perbukitan. Saat ini banyak terkonsentrasi di daerah Gunung Kawi, Balikpapan Tengah. “Sehingga potensi PAD cukup besar. Kalau dihitung-hitung NJOP, rata-rata pada tahun 2012 sekitar Rp3 miliar potensi pajaknya,” ungkapnya.
Pengenaan pajak dan retribusi menara telekomunikasi ini akan tetap dikenakan kepada pemilik menara telekomunikasi bukan si pemilik lahan yang disewa. “Tetap dikenakan pada pemilik menara,” katanya.
Menara telekomunikasi ini biasa didirikan di bangunan yang sudah ada dan berdiri di tanah atau di bumi. Tiga Perda Retribusi yang sudah disetujui dewan dan Pemkot beberapa waktu lalu saat ini masih dalam proses evaluasi di Pemrov Kaltim.
Kalangan DPRD Kota Balikpapan meminta Pemkot Balikpapan agar mengendalikan dan mengawasi pendirian menara telekomunikasi atau base transceiver station (BTS), khususnya yang berdekatan dengan pemukiman warga. Pengendalian ini juga dalam rangka menjaga estetika kota dan pemanfaatan ruang secara efisien.
"Pendirian menara harus dikendalikan, karena jika dibangun di daerah pemukiman warga akan sangat berbahaya, karena selama ini banyak menara yang dibangun didekat pemukiman warga," kata Ketua DPRD Balikpapan Andi Burhanuddin Solong (ABS), belum lama ini.
ABS menyatakan, pengendalian menara ini harus ada aturan yang jelas, termasuk  penarikan retribusi seperti yang telah dilakukan beberapa daerah lainnya, untuk menambah kas daerah. "Harus ada aturan yang jelas soal retribusi, seperti yang diberlakukan di beberapa daerah, seperti di Kota Batam, Makassar, Yogyakarta  dan Kabupaten Kulonperogo sudah mulai menarik retribusi tersebut," terangnya.
Karenanya, langkah cepat  dilakukan DPRD Kota Balikpapan, dalam waktu dekat akan segera  mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pembangunan menara telekomonikasi.
"Raperda ini dibentuk sebagai upaya untuk mengantisipasi perkembangan kota yang semakin pesat, karenanya perlu ada instrument pengendali yang mampu mengakomodasi seluruh gerak langkah pembangunan sehingga progress pendirian dapat dijaga dan ditata agar sesuai dengan tata ruang kota," tandasnya. (din)

Menara komunikasi di Manado didata


Pemerintah Kota Manado melalui Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Manado akan melakukan pendataan menara telekominikasi di Manado untuk mengetahui secara pasti jumlah menara telekomunikasi di Manado.

"Bulan Oktober ini, pihak Dinas Komunikasi dan Infomasi (Kominfo) melakukan pendataan”. Demikian dikatakan Kadis Kominfo Ferry Soetanto SSos, MM. Pendataan yang dilakukan sesuai Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum. "Dan tahun ini, target PAD dari hasil retribusi menara telekomunikasi sebesar Rp 159 juta,” terangnya.
Untuk itu, pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin mencapai target PAD, meski pun targetnya baru ditetapkan. “Kami sudah siapkan langkah-langkah untuk mencapai target ini. Mudah-mudahan bisa memenuhi target yang ditetapkan,” ujarnya.
Terpisah, Kabid Pengawasan dan Pelayanan Jasa Komunikasi Dinas Infokom Kota Manado, Meidy Pinasang SE MSi, didampingi kepala seksi pelayanan pers dan pengelola media center, Frangky Mocodompis SIP, MSi menjelaskan, selain Perda Nomor 3 Tahun 2010, penerapan atau penarikan retribusi ini juga didasari pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi.
Dikatakannya, tarif retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi (PMT) adalah sebesar dua persen dari NJOP PBB.
“Kita telah menggelar sosialisasi terkait penerapan perda ini,” kata wanita smart ini sembari menghimbau kepada para pemilik menara/tower untuk pro aktif dalam menunjang kegiatan tersebut.
Di kota Manado sendiri diketahui terdapat sedikitnya 86 menara telekomunikasi. Itu terdiri dari menara seluler 60 tiang, TV 11 tiang dan menara radio sebanyak 25 tiang.
(red)

Smartfren Tuntaskan Penjualan 705 Menara Di Januari 2012



JAKARTA (IFT) - PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), emiten telekomunikasi, akan menyelesaikan transaksi penjualan 705 unit menara telekomunikasinya pada Januari tahun depan. Dana hasil penjualan menara tersebut akan digunakan untuk membayar utang yang jatuh tempo, biaya operasional, dan modal kerja perusahaan.

Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Jumat, Smartfren menyampaikan menjual 705 menara telekomunikasi ke PT Inti Bangun Sejahtera, sebuah perusahaan infrastruktur telekomunikasi yang berbasis di Jakarta, pada 19 Desember. Sebanyak 527 menara di antaranya milik PT Smart Telecom, anak usaha Smartfren.

Antony Susilo, Direktur Keuangan PT Smartfren Telecom, mengatakan 705 menara telekomunikasi tersebut adalah seluruh aset menara yang dimiliki Smartfren. Perusahaan menjual aset menara untuk berfokus ke bisnis intinya, yakni layanan seluler, sesuai dengan tren di industri telekomunikasi.

"Tower bukan fokus bisnis kami, sehingga kami lepas. Kami menjual aset menara dengan harga pasar," kata Antony kepada IFT, Jumat.

Menurut Antony, perusahaan akan menggunakan dana hasil penjualan menara untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek perusahaan, antara lain untuk membayar utang jatuh tempo, menambah biaya operasional, dan modal kerja tahun depan.

Perusahaan juga akan menggunakan dana tersebut untuk melunasi utangnya kepada PT Inti Bangun Sejahtera. Berdasarkan laporan keuangan di kuartal II 2011, perusahaan tercatat memiliki utang penyewaan antena in-building senilai Rp 7,24 miliar kepada PT Inti Bangun Sejahtera.

Antony tidak menyebutkan kisaran harga jual per menara. Apabila penjualan itu berdasarkan harga pasar yang ditaksir sekitar Rp 1 miliar per menara, diestimasikan Smartfren akan mendapat pendapatan sekitar Rp 700 miliar dari penjualan aset menaranya.

Smartfren belum memberikan laporan keuangan kuartal III 2011, karena belum selesai diaudit dan perusahaan memiliki agenda corporate action dalam waktu dekat.

Berdasarkan kinerja di kuartal II 2011, Smartfren mencatat kenaikan pendapatan 126% menjadi Rp 445,1 miliar dari Rp 196,1 miliar di kuartal II tahun lalu. Jumlah pelanggannya tumbuh 15% menjadi 7 juta orang. Beban usaha tercatat naik 138% menjadi Rp 1,351 triliun, sehingga laba sebelum biaya bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) dan laba usaha perusahaan tercatat turun masing-masing sebesar 82% dan 145%.

Antony mengatakan target pendapatan Rp 1 triliun di tahun ini hampir tercapai. Perusahaan menargetkan pendapatan sekitar Rp 2 triliun pada tahun depan dan jumlah pelanggan menjadi 10 juta pengguna. Untuk mencapai target itu, perusahaan akan melanjutkan ekspansi jaringan dan akan agresif dalam pemasaran untuk mendapatkan sekitar 6 juta pelanggan layanan data dari 1,4 juta pelanggan data di tahun ini.

Efisiensi Beban Usaha
Operator telekomunikasi di Indonesia mulai menjual aset menara di tahun ini dan memilih opsi penyewaan menara untuk mengurangi beban usaha. PT Indosat Tbk (ISAT) positif menjual aset menaranya sebanyak 4.000 unit kepada PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), emiten menara telekomunikasi, pada 15 November. Sementara PT XL Axiata Tbk (EXCL) berencana menjual sekitar 8.500 menara dari sekitar 10 ribu menara yang dimilikinya.

Heru Sutadi, anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, mengatakan operator telekomunikasi di Indonesia menyadari bahwa saat ini mengelola menara bukan perkara mudah. Pengelolaan menara membutuhkan sumber daya manusia yang besar dan menara kini menjadi salah satu obyek pendapatan asli dearah (PAD) oleh beberapa pemerintah daerah. Di sisi lain, operator harus fokus menyediakan infrastruktur, layanan seluler, dan konten, sehingga operator berpandangan menara bukan lagi menjadi bidang usaha.

Pertimbangan lainnya, kata Heru, tingkat persaingan antaroperator semakin tinggi, sehingga operator mulai berpandangan untuk menekan capital expenditure dan mengalihkannya menjadi operating expenditure. Dalam hal ini, operator berhenti membangun menara dan beralih ke menyewa menara.

Menurut Heru, operator besar menjual menara karena dituntut lebih ekspansif untuk bisa memenangkan persaingan. Rencana ekspansi itu tentu membutuhkan dana besar, sementara para pemegang saham mempunyai keuangan terbatas dan meminta laba dari investasinya. Karena itu, perusahaan menjual aset menara agar mendapat dana untuk mendukung rencana ekspansi.

Penjualan aset menara juga merupakan tren operator telekomunikasi global, di mana operator hanya fokus menjual layanan dan konten seluler.

Pada penutupan perdagangan Jumat, harga saham Smartfren tetap di level Rp 50, sementara harga saham Indosat turun 2,78% menjadi Rp 5.250, dan harga saham XL Axiata naik 2,87% menjadi Rp 4.475.

Menara Telekomunikasi Tak Hasilkan Apa-apa



Keberadaan menara telekomunikasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) hingga saat ini ternyata tak mempunyai kontribusi sepeser pun terhadap pendapatan daerah.
Karena itu, pemerintah kabupaten setempat akan berusaha agar 24 menara yang ada di HSU bisa menghasilkan pendapatan bagi daerah. Salah satunya, saat ini sedang digodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
Bupati HSU HM Aunul Hadi saat menyampaikan tanggapan atas pemandangan umum fraksi-fraksi di DPRD terkait 13 Raperda yang diajukan, mengatakan, hingga tahun 2011 ini, daerah tidak mendapatkan serupiah pun alias nol rupiah dari keberadaan menara telekomunikasi.
“Mulai tahun 2012 mendatang, menara telekomunikasi harus memberikan kontribusi yang signifikan dan berdampak pada pendapatan asli daerah,” tegasnya.
Selain menghasilkan PAD, menara telekomunikasi juga harus mengindahkan konsep Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta kondisi bangunan yang ramah lingkungan dan tidak membahayakan masyarakat di sekitarnya
Sementara itu, terkait dengan permintaan fraksi-fraksi di dewan agar mengembalikan fungsi terminal sebagai tempat pelayanan parkir dan tempat usaha maupun pertokoan yang telah dialihfungsikan menjadi tempat tinggal dan terjadi pada terminal Pasir Mas Antasari, Aunul akan mengkoordinasikan dengan SKPD terkait. Yakni  Dishubkominfo dan Dispenda, sehingga diperoleh solusi yang betul-betul bisa diterima oleh seluruh kalangan. (radar-mar)

BTS di Kaltim akan Ditertibkan di 2012




BTS (Ist.)
Samarinda - Pemerintah provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) akan menerapkan aturan terkait pembangunan Base Transceiver Station (BTS) operator seluler di tahun 2012 mendatang. Peraturan itu diberlakukan untuk mengendalikan pertumbuhan tower yang kian menjamur.

"Pengendalian menara tower agar lebih tertib," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kaltim Jauhar Effendy, saat memberikan keterangan kepada wartawan di kantornya, Jl Basuki Rahmad, Samarinda, Rabu (21/12/2011).

Jauhar mengatakan, Pemprov Kaltim sepanjang tahun 2011 ini telah merealisasikan pembangunan 3 tower di kota Balikpapan, kota Samarinda dan kabupaten Nunukan, dengan pembiayaan Rp 1,2 miliar per tower. Tower itu terbuka bagi swasta, termasuk operator yang ingin memanfaatkannya dengan sistem sewa tower.

"Realisasi 3 tower itu bagian dari cell plan yang dimiliki Pemprov Kaltim. Kalau tower itu dimanfaatkan operator selular dengan sewa, nantinya bisa masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD)," ujar Jauhar.

"Pemerintah memang harus turun tangan kalau memang operator selular tidak tertarik mendirikan BTS di titik tertentu agar sinyal menjangkau titik tertentu itu," tambahnya.

Sementara menara pemancar telekomunikasi yang sudah berdiri dan terkesan semrawut, tidak akan diusik kebeeradaannya. Mengingat, pemerintah provinsi dan daerah tidak ingin kejadian gangguan sinyal dialami oleh pengguna selular di Kaltim.

"BTS yang terlanjur berdiri, tidak bisa langsung dirobohkan. Sebagai contoh di provinsi Bali ada menara yang dirobohkan, sehingga bisa berpengaruh terjadinya gangguan telekomunikasi," terang Jauhar.

Saat ini, di Diskominfo Kaltim tercatat ada 1.123 unit BTS yang dibangun oleh operator selular baik itu GSM maupun CDMA. Telkomsel memiliki jumlah tower BTS paling banyak yakni 352 site, disusul Indosat 331 site, XL 189 site, Bakrie Telecom 120 site serta sisanya milik Telkom Flexi.

"Sekali lagi, kita kendalikan penambahan site BTS di tahun depan," tutup Jauhar. 

Kebutuhan Menara Telekomunikasi Tahun Depan Diperkirakan Tetap


Kebutuhan menara telekomunikasi per tahun sekitar 6.000 unit. (IFT/MS FAHMI)
JAKARTA (IFT) - Asosiasi Pengembang Menara Telekomunikasi Indonesia memperkirakan permintaan terhadap menara tidak meningkat secara signifikan ketika layanan internet berkecepatan tinggi atau worldwide interoperability for microwave access (WiMax) digelar mulai 2012. Kebutuhan menara telekomunikasi diperkirakan tetap, yakni sekitar 6.000 unit per tahun. 

Perda Menara Telekomunikasi Berlaku Tahun 2012



Setelah melalui proses pembahasan yang cukup panjang, akhhirnya Peraturan daerah (Perda) tentang pengelolaan menara telekomunikasi ditetapkan oleh DPRD dan akan segera mulai diberlakukan pada tahun 2012 mendatang.
Perda pengelolaan terlekomunikasi ini selain mengatur izin mendirikan bangungan juga mengatur retribusi pengendalian menara telekomunikasi di Kab. Majalengka. Namun Perda masih dibagian hukum Setda Majalengka untuk menunggu pemberian nomor sebelum diberlakukan.
Perda yang dibahas pada tahun 2010 ini telah ditetapkan DPRD Majalengka pada bulan Juli lalu. Dan telah lolos tahap evaluasi oleh kementrian keuangan dan gubernur, dan kini sudah diterima bagian hukum untuk segera diberlakukan.
Menurut Kepala Bidang Komunikasi dan Informatika, Wawan Kurniawan, ST, MT, secara umum Perda ini nantinya akan mengatur mulai dari prosedur izin pendirian menara telekomunikasi, izin mendirikan bangunan (IMB) dan retribusi IMB serta retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
Dengan adanya Perda ini bertujuan agar Mewujudkan bangunan yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan menara telekomunikasi yang serasi dan selaras dengan lingkungannya, mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan menara telekomunikasi yang menjamin keandalan teknis bangunan menara. Dan segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan menara telekomunikasi.
“Dengan adanya Perda ini, retribusi pengendalian tower akan dipungut tiap bulan dengan besaran 2 % dari NJOP, sedangkan IMB ditarik 1 kali seumur hidup waktu pertama kali akan mendirikan tower, selain itu Perda ini juga mengatur penataan tata letak tower yang disinkronisasi dengan RTRW. jelasnya
Wawan menambahkan, selama ini sebelum adanya Perda Tower, baru IMB saja yang masuk menjadi pendapatan asli daerah, untuk itu dari tahun 2009 permohonan IMB menara telekomunikasi perizinannya dipending menunggu turunnya Perda dan beberapa provider yang membangun tower sebelum adanya Perda ini berkomitmen untuk mematuhi Perda ini dengan segala konsekuensinya.
“Diharapkan dengan adanya Perda ini terjadi iklim investasi yang kondusif sesuai peraturan yang berlaku, tata letak tower yang tertata rapi sesuai RTRW, memperhitungkan tempat/space penempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk penggunaan bersama, ketinggian menara, struktur menara, rangka struktur menara, pondasi menara, kekuatan angin sebagai langkah antisipatif mega proyek Bandara Internasional Jawa Barat terkait Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP).” Paparnya. (S.05)