Senin, 17 Oktober 2011

MUI: Menara BTS Boleh Asal Tak Komersial

SURABAYA – Makin maraknya menara masjid yang dimanfaatkan operator seluler untuk Base Tranceiver System (BTS) tidak dilarang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Landasannnya, tower BTS tidak masuk wilayah ‘suci’ dan berbagai perlengkapan BTS juga dinilai tidak najis.

“Dari segi agama itu memang tidak bermasalah, karena itu tidak masuk dalam wilayah yang suci dan bisa dibilang kalau tower BTS itu kan tidak najis. Jadi tidak masalah,” ujar Ketua MUI, Amidhan, Jumat (29/4).

Amidhan menyebut, penggunaan menara untuk tower BTS memang perlu untuk diperhatikan. Terutama mengenai penggunaan dana yang dikucurkan oleh pihak operator seluler selaku pemilik tower BTS. Namun, Amidhan menghimbau kepada takmir dan pengurus masjid untuk memperhatikan niatan awal dalam menggunakan menara masjid sebagai tower BTS.

“Yang terpenting adalah niatan awalnya bukan untuk mengeruk keuntungan yang berlipat. Selain itu perlu juga untuk mengawasi penggunaan dana yang diberikan oleh pihak operator kepada pengurus masjid,” katanya.

Meski demikian, MUI tetap melarang kepada masjid yang secara sengaja mencari sumber pendanaan dengan memanfaatkan menaranya. Artinya, biarkan operator seluler lah yang memilih lokasi masjid. Amidhan juga meminta kepada pihak pengelola masjid untuk tidak bersaing hanya untuk mendapatkan pemasukan dari pemancar yang menggunakan menara masjid.

“Yang terpenting masyarakat jangan berebut untuk itu, biarkan sendiri operator seluler yang memilih lokasi yang mereka kehendaki. Dan ingat, niatannya bukan untuk mencari keuntungan semata,” pintanya.

Secara terpisah, Ketua Pengurus Wilayah Nadhatul Ulama (PWNU) Jatim Baru KH Mutawakkil Alallah mengatakan permasalahan tersebut sudah dirumuskan. Hanya saja, pihaknya akan melakukan kajian kembali pada Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU yang akan dihelat Sabtu (30/4) besokdi Bojonegoro.

Namun, sesuai keputusan yang lama, pihak masjid memang diperbolehkan untuk menjadikan menara sebagai tower.“Itu sudah dibahas, ada beberapa persyaratan untuk menjadikan menara masjid menjadi tower BTS,”tuturnya.

Beberapa syarat yang ia sebutkan diantaranya adalah status bangunan tower haruslah kontrak, bukan permanen. Syarat lain, sambung dia, bangunan harus memiliki konstruksi yang sangat kuat dan tidak membahayakan bangunan masjid. Aktifitas beribadah pun tidak boleh terganggu oleh adanya menara yang fungsinya bertambah tersebut.

“Yang tidak boleh lupa adalah niatan awalnya bukan untuk mencari keuntungan. Kontrak itu harus dikelola dengan baik dan harus disetujui oleh semua pengurus masjid,” tuturnya.

Lantas, apakah menjadikan menara masjid sebagai tower BTS termasuk bisnis? Baik Amidhan maupun Mutawakkil menyatakan hal itu bukan sebagai bagian bisnis. Yang terpenting, tegas Amidhan, pihak masjid tidak menjadikan itu sebagai sumber pendapatan yang disengaja. Dalam artian, niat untuk dikomersilkan.

“Di Mekkah itu, kawasan disekitar masjid malah dijadikan toko. Itu juga tidak apa-apa, yang terpenting jangan sampai menganggu aktifitas ibadahnya,” ucapnya.

Mutawakkil mengakui dalam Al quran dan hadis diungkapkan menggunakan masjid untuk membicarakan bisnis dilarang. Namun, pelarangan itu dilakukan ketika menganggu pelaksanaan ibadah dalam lingkungan masjid.

Menurut penelusuran Surabaya Post, dalam Al Quan Surat An Nur 36-37 dikatakan:“Di rumah-rumah yang di sana Allah telah memerintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, di sana ber-tasbih (menyucikan)-Nya pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hari dan penglihatan menjadi guncang.”

“Bicara bisnis di masjid tidak dilarang, yang dilarang itu ketika saat menjalankan ibadah seperti ada kutbah kemudian berbicara itu yang tidak boleh. Terpenting adalah bagaimana tower BTS tersebut bisa menjadi manfaat bagi masyarakat dan kemaslahatan umat bersama,” ujarnya.



Melanggar Perizinan

Di sisi lain pemanfatan menara masjid untuk BTS diindikasikan untuk memudahkan operator dalam mendirikan pemacar. Di Pamekasan, yaitu di masjid As Suhadak pemasangan kabel transmisi perusahaan telepon seluler ternyata tidak melalui prosedur yang benar. Buktinya pihak Bappeda Pamekasan mengaku tidak pernah menerima dan permohonan izin pemanfatan ruang (izin prinsip) untuk memanfatkan menara masjid itu.

“Kami tidak pernah memproses dan memberikan izin untuk perusahaan seluler yang pakai menara masjid itu. Karena sampai saat ini tidak ada permohonan dan perizinan yang diajukan oleh perusahaan untuk pemanfatan menara itu,” kata Kepala Bidang Fisik dan Sarana Bappeda Pamekasan Achmad Safiudin.

Karena proses pemasangan kabel itu tidak berizin, maka secara otomatis pemasangan itu melanggar ketentuan pemerintah. Achmad curiga dengan tidak adanya izin penggunaan ruang atau izin prinsip, maka bentuk perizinan lainnya juga bisa saja belum dipenuhi, misalnya izin lingkungan atau HO atau maupun izin mendirikan bangunan (IMB).

Achmad mengungkap sejak bulan April 2009 hingga September 2010 pihak Bappeda memang melakukan penghentian sementara untuk memproses perizinan pendirian bangunan tower maupun pemanfaatannya. Ini dilakukan karena saat itu Pemkab Pamekasan tengah memproses pembuatan Perda tentang pengaturan pembangunan tower untuk penggunaan secara terpadu.Baru pada bulan November tahun 2010 lalu, proses pelayanan kembali dibuka setelah Perda tentang pembangunan dan pemanfaatan tower terpadu tuntas.

Terkait hal ini Wakil Ketua Umum Bidang Telekomunikasi, Teknologi Informatika, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Marwoto Hadi Soemarko mengatakan pihaknya akan bekerjasama dengan pemerintah setempat agar operator yang menggunakan menara masjid tetap memenuhi perizinan yang diwajibkan.

“Sekarang ini mendirikan BTS sangat sulit perizinannya, bahkan beberapa kabupaten di Jatim terang-terang menutup pintu daerahnya dibangun tower BTS lagi. Salah satunya seperti yang terjadi di Sidoarjo. Untuk itu vendor telekomunikasi mencari alternatif lain, seperti memanfaatkan gedung tinggi, ruko, tiang tinggi, tandon air sampai menara masjid. Kami mengimbau semua pihak tetap memnuhi perizinan,” kata.

Terpisah Direktur Pelayanan satelit Satelindo Djoko Prajitno PT Indosat Tbk mengatakan biaya pendirian tower BTS secara mandiri memang membutuhkan dana mahal. Untuk mendirikan tower makro cell dengan ketinggian 40 meter dan hanya untuk kerangka bajanya saja, membutuhkan biaya sekitar Rp 400 juta. Sementara kalau berada di atas tanah rawa, yang memerlukan pondasi tanah cukup kuat dan harus tanah hembusan angin minimal 20 km/jam biaya yang dikeluarkan hanya untuk struktur karangkanya saja berkisar Rp 700 juta-Rp 900 juta lebih.“Sementara untuk pembangunan keseluruhan sampai dengan pengoperasiannya, vendor telekomunikasi harus meronggoh kocek lebih dari Rp 1,2 miliar,” katanya.

Bandingkan dengan menyewa menara masjid, operator diprediksi hanya mengeluarkan dana sekitar Rp 600 juta-Rp 800 juta. “Tapi kalau perizinannya kami tidak tahu secara detil, yang pasti izin HO saja, kalau IMB kayaknya tidak perlu,” katanya.yop,m15,mas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar