Senin, 06 Februari 2012

DPRD Mesuji Awasi Penertiban Tower



Sabtu, 04 February 2012 06:17
MESUJI (Lampost): Penertiban menara telekomunikasi (tower) di Kabupaten Mesuji oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) mendapat perhatian DPRD setempat.
Dewan meminta penertiban 53 tower ilegal di Mesuji harus tegas dan transparan terkait dengan izin para penyedia jasa telekomunikasi yang ada di Indonesia.
Anggota DPRD Fuad Amrullah dari Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Jumat (3-2), mengatakan Dishubkominfo harus bertindak sesuai dengan tugasnya agar tower ilegal di Mesuji segera ditertibkan.
Kini di wilayah tersebut sudah terlalu banyak tower tanpa memperhatikan estetika dan tata kota. "Sayangnya, hingga kini tindakan satuan kerja terkait belum jelas. Nah, ini harus tegas, tidak boleh pilih kasih. Semuanya harus diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Dia menjelaskan pendirian sebuah tower semestinya mendapatkan izin pemkab setempat. “Ini tidak benar, tower dibangun, tetapi provider tidak memberi tahu ke pemkab atau leading sector terkait."
Sebab itu, ujar Fuad, pihaknya berjanji mengawasi penertiban itu. "Kalau tidak fair, kami akan memanggil satuan kerjanya karena biasanya penertiban tower itu masih tebang pilih," ujar anggota Komisi C itu.
Seperti diketahui, keberadaan puluhan tower di Mesuji belum menyumbang pendapatan asli daerah (PAD). Penyebabnya, sejumlah provider sampai kini tidak mengurus izin dan membayar retribusi kepada Dishubkominfo setempat.
Kadishubkominfo Mesuji Marzuki mengatakan pihaknya telah melayangkan surat edaran (SE) terkait dengan penertiban 53 tower yang belum pernah membayar retribusi ke Pemkab. "SE sudah dilayangkan. Kami masih menunggu niat baik provider melaporkan sejumlah tower milik mereka."
Marzuki menyatakan ke-53 menara telekomunikasi sampai kini belum terdata secara baik karena provider tidak pernah melaporkan pemasangan tower ke Pemkab Mesuji. "Kesimpulannya, menara telekomunikasi yang berdiri dan beroperasi kini tidak berizin."
Tidak hanya itu, Marzuki juga memastikan terdapat perbedaan data administrasi dengan fisik, dan makin banyak menara dibangun secara berdekatan dan kurang mengindahkan aspek estetika, sehingga menyebabkan ruang terbuka hijau seperti hutan menara. "Kemudian, penyebaran sinyal yang tidak merata sehingga masih didapatkan blank area (daerah tidak terjangkau sinyal)."
Akibatnya, muncul konflik dengan warga sekitar bangunan menara telekomunikasi yang dibangun di kawasan padat penduduk. "Dan banyak bangunan menara yang tidak dilengkapi identitas hukum serta tidak diketahui pengelola menara existing. Ini semua terjadi karena tidak adanya laporan kepada kami," kata dia.
Identitas hukum, masih menurut Marzuki, sebagaimana yang diatur dalam peraturan bersama menteri, mencakup antara lain nama pemilik menara, lokasi dan koordinat, tinggi menara, tahun pembuatan/pemasangan, penyedia jasa konstruksi, dan beban maksimum.
"Kami memberikan kesempatan bagi provider untuk melengkapinya. Jika tidak ada laporannya hingga akhir Februari ini, kami akan mengambil langkah tegas. Tindakan tegas ini dimulai dari teguran tertulis hingga penebangan," ujarnya.  (UAN/D-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar