Minggu, 24 Juli 2011

Menunggu Fatwa Tower BTS

Sebuah operator GSM ingin menyewa menara masjid untuk memasang BTS. Sewa bulanannya lumayan Rp 15 juta, bisa menutup sebagian biaya operasional masjid yang mencapai Rp 22 juta.
Tapi pengurus masjid gamang. Menyewakan menara masjid untuk BTS itu haram atau halal hukumnya? Apa lagi ada LSM yang menentang penyewaan menara masjid. Takmir masjid pun minta fatwa ke MUI.
Nah, sampai sekarang fatwa soal BTS dari MUI belum keluar. Apakah soal seperti ini mesti diselesaikan dengan fatwa MUI? Bukankah banyak masjid yang menyewakan tempat untuk resepsi pernikahan, misalnya. Intinya bisa menambah pemasukan untuk biaya operasional masjid.
Terus apa yang bisa dipakai dasar MUI untuk menghalalkan ataupun mengharamkan penyewaan tower masjid untuk BTS ini. Adakah hubungannya BTS dengan akidah? Mohon pencerahan teman-teman yang paham, karena beberapa masjid sudah melakukan penyewaan menara untuk tower BTS telepon selular dan tidak ada masalah.
TEMPO Interaktif, Pamekasan - Polemik penyewaan menara Masjid Agung Asy-Syuhada, Pamekasan, Jawa Timur, untuk tower provider salah satu operator seluler GSM mulai menemukan titik terang.
Ketua Takmir Masjid Asy-Syuhada Abdul Mukti mengklaim Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menilai menara masjid tidak termasuk bagian masjid, sehingga boleh disewakan.
"Memang belum ada fatwa resmi. Tapi, saya mendapat sms dari sahabat saya yang juga pengurus MUI Pusat. Dia bilang, selamat, karena MUI bilang menara bukan bagian dari masjid, sehingga boleh dikomersialkan," kata Mukti kepada wartawan, Senin, 2 Mei 2011.
Atas dasar itu, Mukti berharap MUI Pamekasan segera menanyakannya langsung kepada MUI Pusat. Dengan demikian, MUI Pamekasan bisa mengeluarkan fatwa resmi halal-tidaknya menyewakan menara masjid untuk provider seluler. Fatwa tersebut bisa meredam pro-kontra di kalangan masyarakat.
Salah satu organisasi yang menentang penyewaaan menara masjid adalah LSM Kontralisan. Mereka  bahkan mengklaim Forum Musyawarah Ulama Pamekasan mengharamkan penyewaan menara Masjid Asy-Syuhda. Sang Ketua LSM, Syaiful Iman Dion, ragu jika MUI pusat memperbolehkan hal tersebut.
“Kami ingin tahu siapa yang membenarkan menara itu bukan bagian dari masjid dan membolehkan disewakan. Jika memang benar, kami akan minta maaf kepada media atas kesalahan kami,” ucapnya.
Dion menilai pernyataan takmir Masjid yang mengklaim MUI memperbolehkan komersialisasi tower masjid terkesan mencari pembenaran serta ingin menunda tuntutan penurunan antena provider. "Belum ada fatwa legitimate, jadi tetap haram. Kami minta takmir masjid diganti," tuturnya.
Makmun, Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pamekasan, mengaku belum tahu adanya fatwa MUI Pusat yang memperbolehkan penyewaan menara masjid untuk operator seluler.
Namun, Makmun meminta MUI Pamekasan segera mengeluarkan fatwa halal atau haram tentang masalah tersebut. Tujuannya agar polemik tidak meluas. "Kami sudah kirimkan alasan tertulis dari yang pro dan kontra kepada MUI Pamekasan untuk dipalajari, sehingga bisa dikeluarkan fatwa," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, takmir Masjid Asy-Syuhada terpaksa menerima tawaran sebuah operator seluler untuk menyewa menara masjid. Uang sewa digunakan untuk menutupi defisit biaya operasional masjid.
"Pemasukan masjid sekitar Rp 15 juta per bulan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masjid yang per bulannya mencapai Rp 22 juta," tutur Abdul Mukti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar