Rabu, 27 Juli 2011

Prospektif, tapi Masih Banyak Persoalan

Jumat, 01 Juli 2011

Permen Kominfo No 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi serta Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika), serta Kepala Badan (Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal) Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi menjadi dasar hukum bagi para pelaku bisnis infrastruktur telekomunikasi untuk menjalani usaha penyewaan menara.

Sebelum adanya regulasi tersebut, perusahaan-perusahaan itu kerap kali membangun sendiri menara telekomunikasi. Hal itu mengakibatkan, munculnya "hutan menara". Di satu daerah bisa ditemui lima hingga 10 menara yang dibangun oleh berbagai operator.

Sebenarnya, jika dilihat dari sisi pengeluaran, pembangunan menara oleh setiap operator terbilang boros. Lihat saja, untuk membangun satu menara dibutuhkan biaya 700 juta hingga 1,5 miliar rupiah. Sementara, biaya sewa menara hanya 15 juta hingga 20 juta rupiah per bulan. Angka itu bisa lebih rendah seiring bertambahnya pihak penyewa. Biasanya satu unit menara disewa oleh dua hingga empat operator.

Selain lebih murah biayanya, dari sisi teknologi, sistem jaringan di base transceiver station (BTS) sangat mungkin digunakan secara bersama-sama beberapa provider atau operator seluler. Hal itulah yang lantas mendorong para operator mengembangkan jaringan dengan cara menyewa menara telekomunikasi dari perusahaan lain.

Menurut Ketua Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) Sakti Wahyu Trenggono, saat ini jumlah menara telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia sekitar 54.200 unit. Dari total itu, sekitar 16 ribu unit di antaranya dimiliki oleh 23 anggota Aspimtel.

Lebih lanjut, Sakti menyatakan saat ini, operator telekomunikasi masih menguasai bisnis penyewaan menara bersama. "Operator telekomunikasi masih menjadi penguasa dari sisi infrastruktur atau bisnis sewa menara. Telkomsel saja memiliki 18 ribu menara dengan penguasaan pangsa pasar 33 persen. Menara Telkomsel disewa oleh 1.170 tenant," ungkap Sakti, di Jakarta, pekan lalu.

Adapun pemain terbesar kedua dan ketiga masing-masing adalah Indosat dengan 12 ribu menara dan XL yang memiliki 10 ribu menara. Dengan jumlah tersebut, Indosat menguasai 22 persen pangsa pasar, sementara XL mampu merebut 18 persen pangsa pasar. Menurut Sakti, pada tahun ini pasar penyewaan menara masih cukup besar. Diperkirakan enam ribu BTS akan dibangun operator.

Meski prospek bisnis penyewaan menara telekomunikasi diperkirakan masih cerah, bukan berarti pelaksanaannya tanpa kendala. Beberapa persoalan yang masih mengadang kelancaran bisnis tersebut di antaranya sulitnya melakukan site acquisition, adanya disinkronisasi antara geolokasi site dan zona rencana tata ruang wilayah atau kota, serta tumpang-tindih menara di antara sesama penyedia menara. Masalah lainnya ialah keengganan pihak operator membagi menara, ketidaksiapan cell plan pemerintah daerah, serta resistensi dari masyarakat terhadap pendirian sarana tersebut.

Peter M Simanjuntak, Sekjen Aspimtel, menambahkan peraturan pemda yang tidak sejalan dengan semangat membangun wilayahnya masing-masing dapat menghambat bisnis penyewaan menara telekomunikasi. "Sejumlah pemda cenderung melihat menara sebagai objek pungutan saja, tidak menganggap keberadaan menara dan sarana telekomunikasi memiliki multiplier effect bagi perekonomian daerah," kata dia. Padahal, tambah Peter, pelaku usaha di sektor telekomunikasi seharusnya dijadikan mitra strategis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah. cas/E-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar