Kamis, 26 Februari 2015

Infrastruktur Menara Telekomunikasi & Problematikanya

Infrastruktur Menara Telekomunikasi & Problematikanya

12 Feb 2015 | 09:35
INFRASTRUKTUR MENARA TELEKOMUNIKASI & PROBLEMATIKANYA
Pernah kah kita coba naik bangunan tinggi di tempat tinggal kita masing masing..? tentu kita akan melihat beberapa bangunan tinggi lainnya tidak terkecuali menara telekomunikasi/TOWER yang menjamur dan terkesan tidak teratur/semerawut.Coba luangkan waktu sedikit tentang bagaimana bisa menaratower tersebut bisa berdiri tidak teratur/semerawut seperti itu.Industry menara bergeliat sejalan dengan adanya teknologi komunikasi selular yang di release di Indonesia sejak tahun 1994. Teknologi komunikasi selular ini guna mengurangiteknologi fixed line yang sudah lebih dulu ada selama ber tahun tahun diNegara ini. Dan persoalan industry menara berjalan untuk menopang teknologi selular tersebut. Disini kita tidak bicara detail soal bagaimana teknologi selular ini berjalan. Tetapi lebih pada bagaimana kondisi industry infrastruktur menarakekinianterhadap tata ruang kota dandaya dukung kepada teknologi selular terkini.
Bicara industry infrastruktur menara BTS tidak terlepas dari sisi radio planning selular/operator, ketersedian lahan, community permit & regulasi pemerintah.
1.Radio planning operator
Di awal berdirinya industry selular di Indonesia sekitar tahun 1994, operator masuk dalam fase pengembangan jaringan dan perkenalan tentang kemudahan penggunaan selular mobile kepada masyarakat ( Konsumen ).Dalam tahapan ini nilai jual kepada konsumen masih tinggi sebab jaringan yang tersedia hanya mencakup wilayah wilayah potensial saja, dari tujuan besarnya agar wilayah negri ini bias terjangkau sinyal selular. Karenanya titik planning dari operator sangat mudah untuk di tentukan dimana menara tersebut akan di dirikan.Seiring dengan waktu dengan bermunculannya operator selular baru persaingan membangun jaringan dan keterjangkauan sinyal menjadi sebuah kompetisi sendiri. Dengan kondisi ini pemain dalam industry infrastruktur menara telekomunikasi meraup untung yang cukup besar. Sebab permintaan titik planning dari masing masing operator kepada menara datang dengan begitu deras nya. Masing masing operator berlomba memiliki menara dan jaringannya sendiri, guna memperluas cakupan jaringan dalam hal pelayanan sinyal kepada konsumen. Dengan besaran jumlah penduduk Indonesia diatas 200jt. Tentunya ini potensi pasar yang cukup signifikan dalam meraih kapitalisasi dan penguasaan industry.
Persaingan membangun jaringan menara oleh operator ini di ikuti juga dengan persaingan harga jual kepada konsumen. Dalam hal persaingan pembangunan menara oleh operator ini menimbulkan 2 sisi mata uang. Dari sisi pelayanan konsumen di manjakan oleh ketersediaan sinyal selular dan harga beli yang semakin terjangkau. Namun dari sisi tata ruang tidak jarang kita menemukan titik menara/planning antar operator sangat berdekatan ( coba chek ada beberapa bangunan menara dari 3 operator yg nyaris berimpitan ) hingga memberikan kesan semerwaut secara tata ruang wilayah. Analisa dan penentuan radio planning operator ini seolah tidak bisa di intervensi oleh siapapun dan masing – masing operator saling menutup diriatas planning radio mereka.Sebab dsana ada kalkulasi bisnis – pasar dari masing masing operator.
Kondisi ini berjalan hingga tahun 2008 – 2009 pemerintah mengeluarkan SKB 4 menteri tentang menara bersama, yang semangatnya mengatur bisnis menara telekomunikasi agar secara tata ruang wilayah lebih tertib. Selanjutnya para operator selular coba mengurangi konsentrasi usaha mereka dalam membangun & memelihara menara telekomunikasi dan di serahkan kepada para TOWER PROVIDER- TP “bersama“ melalui mekanisme sewa menara. Operator selular lebih focus pada core bisnis selular mereka, dan tidak jarang kepemilikan menara mereka di jual secara bertahap pada perusahaan – perusahaan tower provider-TP.
Namun sejak SKB 4 MENTERI tentang menara bersama di release dan di implementasikan, persoalan radio planning operator ini tetap tidak bisa di atur melalui regulasi ini.Terutama untuk titik baru yang potensial. Dan hanya sebagian kecil titik planning para operator yg bisa di tempatkan secara bersama – collocation pada menara menara yg existing.
Perkembangan titik radio planning operator yang awal adanya selular hanya menjamah perkotaan ibu kota kab/kota, mulai ke ibukota kecamatan hingga pelosok kampung agar teknologi selular suara & text Bisa di nikmati konsumen.
Namun seiring kemajuan teknologi selular dalam hal data/internet pembangunan jaringan menara terkini lebih terpusat di perkotaan. Sebab secara hitungan ekonomi penggunaan komunikasi data ini banyak oleh pemakai perkotaan. Bahkan pengguna perkotaan menyebabkan lalulintas komunikasi data tsb macet.
Tentunya radio planning tiap operator semakin berlomba menjawab tantangan ini, agar kemacetan lalulintas komunikasi data bisa teratasi dengan membangun jaringan menara baru di perkotaan. Karena hanya dengan jaringan menara baru lah kemacetan lalu lintas data tersebut bisa teratasi. Dan para tower provider tentunya akan memberikan service yang bagus atas permintaan para operator selular selayaknya tamu hotel yang nyaman menempati menara menara milik tower provider. Sehingga tidak jarang titik tower tetap beririsan secara planning meski SKB 4 menteri telah mengatur tentang menara bersama.
Dan sekali lagi para tower provider ini pun tidak bisa intervensi terhadap keinginan titik radio planning yang di inginkan operator untuk di bangun karena mereka adalah klien fixed tower provider.Meski kondisi telah berubah dari kondisi awal industry selular yang sangat mudah untuk membangun sebuah tower-menara.Sebab perjalanan hamper 20 tahun ini membuat proses pendirian menara jadi terbuka hingga semua stakeholder termasuk awam tahu bagaimana proses membangun menara tower. Dan tidak jarang masalah masalah dari pendirian menara muncul jika proses awal tidak matang.
Dari point radio planning ini tentunya harus ada pihak yang bisa memaksa perihal penentuan titik radio planning para operator agar sejalan dengan kebutuhan menara dan tata letak menara tiap wilayah negri. Atas keterlambatan regulasi tentang ini saya kira pemerintah kab/kota harus bisa unjuk gigi kepada semua operator dan TP terkait industry ini
2.Ketersediaan lahan
Sudah di singgung di atas, bahwa pada awal industry selular ini muncul proses pembangunan tower telekomunikasi sangat mudah cenderung gampang. Sebab sebagai industry baru masyarakat belum begitu faham tentang proses akuisisi hingga menara terbangun serta kemudahan dari sisi teknologi selular itu sendiri.Ketersediaan lahan sebagai dasar pembangunan menara tidak jadi persoalan sebab secara titik radio planning pun tidak begitu padat. Namun seiring waktu berjalan ketersediaan lahan jadi persoalaan, karena titik yang di inginkan operator mulai menyentuh titik titik yang secara potensi ekonomi tinggi. Selain karena masyarakat semakin faham perihal akuisisi pembangunan tower.
Ketersediaan lahan berjalan sesuai titik yg di inginkan para operator melalui radio planning mereka. Meski dalam pengaturan SKB 4 menteri telah ada menara bersama hingga memunculkan para tower provider namun tetap saja titik lahan yg di tentukan bergeming dari yang ada.
Karena titik yg di tentukan oleh radio planning sudah menyentuh titik2 potensial perkotaan sejak adanya teknologi data selular. Dan lahan yg tersedia semakin sedikit, menimbulkan ongkos ketersediaan lahan memakan hamper 30 – 40 % dari nilai tower itu sendiri. Kondisi ini tentu membuat para tower provider menghitung ulang kalkulasi usaha ekonomi mereka. Juga terkait persaingan nilai sewa antar TP.
Dengan kondisi ini harus ada pihak yang bisa menjamin ketersediaan lahan atas titik radio planning yg di tentukan oleh operator selular, hingga ongkos produksi atas ketersediaan lahan tidak meningkat hingga para TP akan lancar dalam berusaha dalam industry ini. Dan pemerintah kab/kota adalah yang tepat untuk mengatur hal ini.
3.Community permit
Dalam proses pembangunan infrastruktur menara telekomunikasi selain point radio planning & ketersediaan lahan, juga tidak kalah pentingnya adalah community permit. Terkait bentuk bangunan menara yang menjulang tinggi tentu community permit tidak bsia di lewatkan begitu saja. Meski dalam awal industry ini muncul community permit seperti mengedipkan mata, namun kondisi terkini hal ini jadi sebuah yang pokok. Dan jadi satu kesatuan
Community permit berdasarkan peraturan yang berlaku berlaku pada warga masyarakat yang masuk dalam radius ketinggian.Dan tidak jarang di suatu wilayah radius ketinggian di bagi dalam beberapa ring, juga melebihi radius ketinggian itu sendiri sebagai langkah antisipasi masalah di kemudian hari. Karena tingginya permintaan dari radio planning operator agar lokasi menara segera beroprasional maka tidak jarang tim akuisisi melakukan hal hal bermasalah di kemudian hari. Tentunya ini merepotkan dan memakan ongkos yg tidak kecil bagi para operator selular.
Namun setelah adanya SKB 4 menteri, masalah ini di serahkan kepada para TP. Karena operator dengan menyewa ruang pada TP, tentunya operator ingin nyaman dalam menjalankan usaha sinyal selular mereka. Atas kondisi terkini bahwa titik radio planning operator sudah menyentuh wilayah padat perkotaan guna support teknologi komunikasi selular data, tidak mudah bagi TP dalam menggolkan proses community permit. Tidak jarang permintaan warga jauh dari anggaran yang sudah di kalkulasi agar community permit ini lancar.
Ongkos yang harus di keluarkan agar community permit terkini sudah menyentuh hingga 10 – 20 % dari total pendirian menara.Sudah muncul anggapan di Masyarakat dan warga bahwa menara tersebut layaknya “pohon duit”Dari kondisi ini para TP mengeluarkan beberapa hal taktis di lapangan agar community permit bisa lancar dengan mengeluarkan beberapa bentuk kamuflase menara ( Pohon, minaret, water tank, stacking pole) namun tidak menyurutkan langkah warga masyarakat untuk tetap ajukan permintaan yang berlebih dari anggaran.
Kondisi ini tentu membuat para TP risau dan tidak menentuk sebab variable ongkos yang harus di keluarkan mereka tidak bisa di perkirakan sejak awal, selain harus melayani permintaan radio planiing operator sebagai klien mereka.
Kondisi atas industry yang seperti ini harus segera teratasi, harus ada pihak yg bisa menjamin bahwa warga, community dan masyarakat harus bisa support industry ini.Sebab dengan berdirinya sebuah menara bisa mengatasi masalah kemacetan lalulintas komunikasi Data yang terjadi. Dan menara itu sendiri sesuai dengan tata letaknya.
4.Regulasi pemerintah
Dalam proses pembangunan menara selain 3 point di atas, yang tidak kalah pentingnya adalah ijin dari regulasi pemerintah. Dalam awal adanya industry selular. Ijin regulasi pembangunan menara hanya IMB ( Ijin mendirikan bangunan ) dan beberapa rekomendasi KKOP jika lokasi yang di tentukan radio planning operator berdekatanan dengan bandara.
Namun sejak menjamur dan tidak tertatanya pembangunan dan keluhan dari pemkab/pemkot Dan terkesan menjadi hutan tower. Terbitlah SKB 4 menteri dan peraturan turunannya di tingkat kabupaten/kota seluruh Indonesia. Dalam semangat penataan menara ini ijin regulasinya melebar menjadi ijin Prinsip, dan rekomendasi cellplan.
Cellplan sendiri dibeberapa kab/kota di buat guna penataan dan pengendalian pembangunan menara di suatu kab/kota. Ada radio planning titik menara tidak asal berdiri. Pemkab/pemkot dalam pelaksanaannya juga menerbitkan retribusi pengendalian menara 2,5 % tiap tahun yang di atur dalam SKB 4 menteri tersebut.
Namun seiring realita kebutuhan mengatasi kemacetan lalulintas komunikasi data/suara diperkotaan dan pemenuhan order dari operator kepada TP. Ketentuan Cellplan yang sudah di buat tidak jarang di abaikan dan di jadikan “transaksi” Agar ijin regulasi pendirian menara bisa di dapatkan.Meski operator sewa menara dari para TPmereka terkadang tetap meminta kelengkapan ijin dari pemerintahan setempat.Agar tidak ada gangguan dalam proses “ JUALAN” sinyal mereka.
Akibat dilemma kemudahan proses perijinan dan semangat penataan tata letak menara tsb, membuat pengaturan menara bersama yg sudah di buat SKB nya tersebut tidak “ bergigi” Sebab kepentingan industry yang lebih di utamakan dengan mengedepankan kebutuhan komunikasi masyarakat.
Tentunya dalam jangka panjang perihal kesemerawutan tata letak menara ini akan jadi bom waktu bagi semua stake holder, yang harus di carikan solusi bersama.
Dari sisi teknologi radio planning harus segera di temukan teknologi yang tidak selalu mengandalkan menara sebagai penyebar sinyal. Dari sisi para TP tentu mereka ingin kalkulasi ekonomi bisa berjalan panjang. Dari sisi masyarakat dan pemerintah harus di temukan cara bahwa kebutuhan akan sinyal tetap lancar tanpa hambatan serta tata letak menara di suatu kabupaten/kota tidak merusak tatanan ruang yang proses pembuatannya sudah melewati proses yang panjang dengan memakai dana rakyat.Pemerintah sebagai pemegang regulasi harus bisa jadi fasilitator yang tegas agar industry ini tetap berjalan dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar