Selasa, 03 Desember 2013

Pembangunan Menara Telekomunikasi Terhambat Regulasi

15 November 2013 | 14:00 wib

SEMARANG, suaramerdeka.com - Perusahaan operator seluler kesulitan membangun menara karena ketidaksesuaian regulasi. Perda yang bertentangan dengan UU dikhawatirkan menghambat perkembangan telekomunikasi.
''Seharusnya pemerintah daerah tidak memandang menara telekomunikasi sebagai satu di antara sumber APBD. Tapi perlu melihat sebagai fasilitas terbangunnya ekonomi daerah,'' ungkap Maruli Simamora dari Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) saat Focus Group Discussion(FGD) di Gedung Pramuka Semarang, Kamis (14/11) lalu.
Terjadinya ketidakselarasan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan, kata dia, karena mereka tidak tahu atau sebaliknya pura-pura tahu tapi tetap saja membuat aturan yang bertentangan dengan kebijakan pusat.
Perizinan menara telekomunikasi, HO dan IMB di beberapa kabupaten atau kota yang memiliki masa berlaku bertentangan dengan beberapa aturan. Seperti, UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi, Peraturan Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah Pasal 15.
Menurut dia, akibat dari peraturan tersebut, daerah memungut biaya yang seharusnya tidak boleh dipungut. Seperti izin HO dan IMB dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri menyebutkan izin berlaku selamanya kecuali ada perubahan usaha. Tapi justru daerah menerapkan pemberlakuan masa izin dan memungut biaya setiap kali perpanjangan izin serta persyaratan lebih rumit lagi.
''Operator pasti akan mematuhi aturan kalau ada kejelasan biaya yang dikenakan pemerintah dan itu sesuai kebijakan pusat,'' tandasnya.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Riant Nugroho mengatakan, ketidaksinkronan kebijakan daerah dengan pusat soal menara telekomunikasi mendorong ia mengusulkan adanya Perpres. Saat ini sudah diajukan ke Kominfo, Kemenkeu dan Kemendagri dan ditargetkan selesai pada Februari 2014 mendatang.
Riant menilai, selama ini banyak persoalan yang meresahkan operator terkait dengan menara telekomunikasi terutama di daerah. Antara lain, protes warga akibat kekhawatiran dampak radiasi menara. Pembangunan menara yang tidak memenuhi persyaratan perizinan, tuntutan uang kompensasi. Serta, menara tidak memenuhi standar teknis sehingga roboh, miring dan membahayakan.
Selain itu, masa perizinan habis dan menara tidak dirawat. Menara dinilai mengganggu kenyamanan dan menyebabkan ketakutan karena menara berada di sekitar rumah warga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar