Selasa, 03 Desember 2013

Telekomunikasi Dorong Bisnis Tower BTS



Prospek perkembangan industri telekomunikasi seluler di Indonesia tahun ini diyakini tetap bergairah. Walau persentase jumlah pelanggan ponsel dibanding jumlah penduduk, sudah mendekati titik jenuh, namun di berbagai daerah peluang menambah pelanggan baru masih tetap terbuka.
Ditengarai tingginya angka pelanggan dikarenakan banyak pengguna ponsel yang memiliki lebih dari satu kartu (simcard), baik GSM maupun CDMA. Bahkan di sisi lain, kecenderungan satu orang memiliki lebih dari dua nomor ini, juga menjadi peluang tersendiri bagi operator untuk mendongkrak jumlah pelanggannya.
Tak hanya itu, tren permintaan pelanggan akan layanan data, terutama pengguna smartphone juga terus meningkat. Apalagi perangkat smartphone (ponsel pintar) yang bisa akses layanan data, harganya juga semakin terjangkau oleh masyarakat luas. Sehingga peluang pertumbuhan pasar pelanggan akan layanan data juga akan terus bertambah. “Sekarang ini, satu orang memiliki dua ponsel, sepertinya sudah bukan hal aneh. Penggunaan smartphone seperti BlackBerry untuk akses internet dan layanan data, mengirim email, juga makin diminati banyak pelanggan. Bagi operator seluler, tentu ini peluang, namun di sisi lain untuk meningkatkan daya saing, mereka juga harus segera meningkatkan infrastruktur jaringan Base Transceiver Station (BTS), seperti peningkatan jaringan 3G dan broadband. Sehingga kebutuhan permintaan space (ruang) BTS juga akan meningkat yang tentunya akan mendongkrak bisnis penyedian tower BTS. Apalagi dengan ada ketentuan tower bersama yang dikelola vendor independen,” ungkap Peters M. Simanjuntak, Sekjen Asosiasi Pengembang Menara Telekomunikasi (Aspimtel), di Jakarta, belum lama ini.
Menurutnya, sejak ada kebijakan tower bersama, usaha penyediaan tower BTS juga ikut terdongkrak. Dengan diserahkannya BTS kepada perusahaan professional yang independen, para operator juga bisa lebih berkonsentrasi untuk mengembangkan bisnisnya, termasuk untuk meningkatkan layanan content. Apalagi ke depan strategi persaingan akan berubah, dari layanan basic ke mobile data. Sehingga hal ini akan mendorong pertumbuhan bisnis penyediaan tower. Apalagi para operator telepon seluler juga terus berlomba memperluas jaringannya hingga ke daerah pelosok. ”Dulu mereka membangun menara BTS sendiri.
Padahal investasinya cukup mahal, sehingga membebani capa (belanja modal) setiap tahun), bahkan menjadi sumber cost sendiri. Saat ini membangun satu tower, investasi bisa Rp 1 miliar lebih, belum termasuk perangkatnya, sehingga total bisa di atas Rp 2 miliar. Artinya belum apa-apa mereka sudah spent dana Rp 1 miliar lebih, belum nanti biaya maintenance. Nah kalau menyewa, operator cukup membayar uang sewa sekitar Rp 13,5 juta hingga Rp 18 juta per bulan. Itulah sejak ada kebijakan tower bersama, mereka banyak beralih ke sistem sewa karena lebih efisien,” ungkap Peters M Simanjuntak yang juga Direktur Utama PT. Komet Konsorsium, perusahaan penyedia Tower BTS yang kini memiliki pelanggan hampir semua operator seluler di Tanah Air ini. 

Saat ini lanjutnya, PT Komet menjalankan bisnis sebagai kontraktur pembangunan tower, penyediaan tower, serta jasa pemeliharaan. Sejak tahun 2008, Komet Konsorsium telah memiliki lebih dari 200 menara telekomunikasi yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, serta beberapa wilayah di luar Jawa. Tahun ini Komet juga akan membangun tower baru, termasuk di luar Jabdetabek. 

Meski demikian lanjutnya, di era otonomi daerah, usaha ini juga menghadapi banyak tantangan baru. Salah satunya, masih banyak Pemerintah Daerah (Pemda) yang menjadikan tower sebagai obyek pungutan PAD. Bahkan ada yang dirobohkan karena dianggap tidak memberikan kontribusi yang memadai bagi daerah dan perpanjangannya izinnya dipersulit. “Mereka cenderung melihat bahwa menara sebagai obyek pungutan, bukan sebagai mitra untuk memajukan daerahnya. Padahal kehadiran telekomunikasi bisa memiliki multiplier effect luas bagi perekonomian daerah. Karena itu, Aspimtel berharap agar pelaku usaha ini bisa dijadikan mitra Pemda dalam menghidupkan ekonomi masyarakat, bukan malah dijadikan obyek pungutan,” tandas Peters M Simanjuntak yang mengaku towernya sempat dirubuhkan hingga mengalami kerugian potensial loss hingga Rp 5,8 miliar. (ACH)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar